Akhwat Itu...

Ketika ditanya tentang akhwat ideal, bagi saya ini tak jauh berbeda tentang bicara harapan. Ya, harapan dalam diri untuk kemudian melihat adik perempuan saya yang sedang tumbuh, seorang wanita yang Allah takdirkan untuk saya kelak, orang-orang terdekat, atau seluruh muslimah di muka bumi ini memiliki kesungguhan dan konsistensi (istiqamah) dalam menjalankan kaidah yang telah ditetapkan Nya, sehingga dengan hadirnya mereka saja itu sudah memberikan rahmat bagi semesta alam. Saya sebut ini harapan akan keshalihan. Karena sungguh keshalihan ini sangat mulia, akhwat shalihah di dunia ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan, dan jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan akhwat shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim). Dialah bidadari bumi, dialah akhwat shalihah yang keberadaan dirinya lebih baik dan berarti dari seluruh isi alam ini. Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran akhwat shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.


Shalihah atau tidaknya seorang akhwat bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi mereka yang selama ini kita panggil ‘akhwat’, tapi juga untuk semua kaum hawa dengan berbagai terminologi yang biasa kita gunakan saat ini (wanita, perempuan, cewek, dsb). Dengan berbagai terminologi yang ada saat ini, apakah akhwat, perempuan, wanita, dsb, bagi saya itu sama saja. Toh Allah ciptakan dua jenis kelamin di muka bumi ini, laki-laki, dan perempuan. Dengan berbagai terminologi yang ada tersebut, sebenarnya semua hak dan kewajiban, serta kaidah yang mengatur mereka tetaplah sama, tak ada yang menjadikan salah satu diantaranya mendapat keringanan. Terminologi itu hadir atas pandangan kita tentang tingkat kesadaran kaum hawa tersebut dalam komitmen nya menjalankan kaidah yang telah Allah tetapkan.


Ini pandangan saya tentang akhwat dari pemahaman yang saya miliki saat ini. Mungkin lebih tepat saya ucap, harapan tentang sikap dan perilaku akhwat untuk kemudian terwujud dalam karakternya. Dimulai dari penampilan, berbaju panjang dan berjilbab lebar nampak bukan hal yang berlebihan, atau ekstrimis seperti yang sebagian orang katakan. Sadarkah kita, bahwa berpakaian seperti itu menandakan keterjagaan akan aurat dan penjagaan diri dan orang disekitarnya dari yang bukan hak nya? Perlu kita sadari, bahwa banyak mata yang sulit diajak kompromi, sulit bagi sebagian kita mengontrol mata ini mulai dari keluar pintu rumah sampai kembali masuk rumah lagi. Dengan menjaga penampilan seperti itu, menjadikan kita hidup dengan pemandangan yang membuat kita tenang, dan menjadikan orang yang mengenakan nya menjadi sosok yang anggun mempesona, sejuk di mata. Berbaju panjang dan berjilbab lebar, bagi akhwat itulah yang membuat dirinya dan keluarganya dihargai dan dihormati. Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah yang Maha Indah di akhirat nanti, tetapi bagi Allah sendiri akan datang untuk berjumpa dengan wanita yang istiqamah menutup auratnya.


Kita harus sadar betul bahwa kemuliaan akhwat bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah). Namun bukan berarti menjadi akhwat tak murah senyum, atau bahkan tak pandai bergaul. Bagi akhwat, senyumpun adalah shadaqah. Namun, senyumnya tetap proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain. Menjadi akhwat justru harus pintar dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain. Menjadi akhwat berarti senantiasa berupaya memperhatikan kualitas kata dalam bergaul. Centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan tentu bukan pilihan, jauh dari gosip-menggosip, lisan dan semua perbuatannya senantiasa terjaga dari hal yang sia-sia. Berani menjadi akhwat berarti berani menjaga setiap tutur kata agar bernilai penuh makna. Menjaga akhlak dalam bergaul mutlak menjadi keharusan.


Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.


Menjadi akhwat berarti juga memahami soal bagaimana merawat dan menjaga diri. Sadar dan memahami bahwa kecantikan fisik penghangat kebahagiaan, kebersihan jiwa dan nurani selalu bersama dengan keinginan yang kuat untuk merawat diri. Kecantikan diri ini tentunya harus dijaga, agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri. Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, seorang akhwat tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia "polos" tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.


Menjadi akhwat juga tak berarti ketinggalan jaman, karena justru kesehariannya selalu bersama dengan ilmu pengetahuan. Mereka tangguh menjadi seorang pembelajar, mereka tidak gampang menyerah jika harus terbentur dengan kondisi akademik. Mereka adalah orang-orang yang tahu dengan sikap profesional dan bagaimana menjadi orang-orang yang siap untuk sebuah perubahan. Perubahan bagi mereka adalah sebuah keniscayaan, untuk itu mereka telah siap dan akan selalu siap bertransformasi menjadi wanita-wanita hebat yang akan memberikan senyum bagi dunia.


Menjadi akhwat tentunya pun lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca Al-Qur’an dibanding ke salon, lebih sering menghabiskan hari dari kajian ke kajian dibanding jalan-jalan ke mal. Sebagian besar waktunya tertunaikan untuk hajat orang banyak, untuk perubahan bagi lingkungannya, dibanding kumpul-kumpul bersama teman sebaya mereka sambil berdiskusi yang tidak penting. Seringnya membaca Al Qur’an akan memudahkan hati mereka untuk jauh dari dunia, dan jiwa yang tak pernah terpaut dengan dunia akan menghabiskan harinya untuk memperdalam cintanya pada Allah. Mereka akan menjadi orang-orang yang lapang jiwanya, meski materi tak mencukupi mereka, kelak mereka menjadi orang yang paling rela menerima pemberian suami, apapun bentuknya, karena dunia bukanlah tujuannya. Mereka akan dengan mudah menyisihkan sebagian rezekinya untuk kepentingan orang banyak dibanding menghabiskannya untuk diri sendiri. Kesucian ini, hanya akan dimiliki oleh mereka yang terbiasa dengan Al Qur’an, terbiasa dengan majelis-majelis ilmu, terbiasa dengan rumah-Nya.


Menjadi akhwat berarti menjadi pribadi yang sangat mencintai Allah dan RasulNya melebihi apapun, tidak lepas dari dunia da’wah (minimal di lingkungan sekitar tempat tinggalnya), tidak ingin dikenal-kecuali diminta/didesak oleh jama’ah (masyarakat), punya amalan ibadah harian, mingguan dan bulanan, hidupnya sederhana namun tetap menarik dan bermanfaat buat orang lain, dikenal sebagai orang yang baik hati, sangat berbakti terhadap orang tua, sangat hormat kepada yang lebih tua dan sangat sayang terhadap yang lebih muda, sangat disiplin dengan shalat fardunya, rajin shaum sunnah dan qiyamullail & atau bisa jadi amalan ibadah terbaiknya disembunyikan dari mata orang-orang yang mengenalnya, rajin memperbaiki istighfarnya, rajin mendoakan saudara-saudaranya terutama yang sedang dalam keadaan kesulitan atau sedang terdzolimi secara terang-teranganan/tersembunyi, rajin bersilaturahim, rajin menuntut ilmu -mengaji- /minimal rajin hadir di majlis ilmu dan mendengarkannya, senantiasa menambah/memperbaiki ilmunya dan menyampaikan semua ilmu yang ia ketahui setelah terlebih dahulu ia mengamalkannya, rajin membaca Alqur’an atau hadits dan buku-buku yang bermanfaat, pintar/kuat hafalannya, sangat selektif soal makanan/minuman yang ia konsumsi, sangat perhatian terhadap kebersihan dan sangat disiplin sekali soal thaharah.


Menjadi akhwat juga berusaha untuk senantiasa istiqamah, tegar, tidak takut/bersedih hati hingga berlarut-larut melainkan sebentar (wajar), pandai menghibur dan pandai menutupi aib/kekurangan dirinya dan orang-orang yang ia kenal, mudah memaafkan kesalahan/kekeliruan orang lain tanpa diminta dan tanpa dendam, ringan tangan untuk membantu sesama, mudah berinfak (bershadaqah), ikhlas, jauh dari riya, ujub, takabur dan tidak emosional, cukup sensitif tapi tidak terlalu sensitif (tidak mudah tersinggung), selalu berbuat ihsan dan muraqobatullah (selalu merasa dekat dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT baik di saat ramai maupun di saat sendirian), selalu berhusnudzon kepada setiap orang, benar-benar berkarakter jujur (shiddiiq), amanah dan selalu menyampaikan yang haq dengan caranya yang terbaik (tabligh), pantang mengeluh/berkeluh kesah, sangat dewasa dalam menyikapi problematika kehidupan, mandiri, selalu optimis, terlihat selalu gembira dan menentramkan, hari-harinya tidak lepas dari perhitungan (muhasabah) bahwa hari ini selalu ia usahakan lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini, dan senantiasa pandai bersyukur atas segala ni’mat (takdir baik) serta senantiasa sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan (takdir buruk) dalam segala keadaan. Kapan pun dan di manapun.


Hidup menjadi seorang akhwat pun adalah sebuah totalitas untuk berkarya di hadapan-Nya. Bersama dengan siapapun selama mendatangkan manfaat adalah kepribadian mereka. Mereka menjaga dan memperjuangkan kaumnya. Kesederhanaan, kepolosan, dan hati nya membuat mereka menjadi seorang manusia sosial yang lebih utuh dari wanita di manapun. Mereka akan tetap bisa berbaur, tapi bukan melebur. Mereka yang akan mewarnai, bukan terwarnai.


Untuk menjadi akhwat shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak. Contoh pula Siti Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal. Belajar dari Khadijah, Aisyah maupun Fatimah, bahwa akhwat itu makhluk yang luar biasa, penerus kehidupan. Dari kelembutan hatinya, ia sanggup menguak gelapnya dunia, menyinari dengan cinta. Dari kesholehannya akhlaknya, ia sanggup menjaga dunia dari generasi-generasi hina dengan mengajarkannya ilmu dan agama. Dari kesabaran pekertinya, ia sanggup mewarnai kehidupan dunia, hingga perjuangan itu terus ada.


Bisa jadi akhwat shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang pelajar yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang akhwat shalihah tiba-tiba muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi. Banyak wanita bisa sukses. Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, "Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya. "


Peran akhwat shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pun sering mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika akhwat shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Wanita adalah tiang Negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa.


Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum hawa harus terus berusaha menjadi akhwat shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah. Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga, maka pesona akhwat shalihah akan melekat pada diri kaum wanita kita.


Menjadi akhwat adalah pilihan. Bukan engkau yang memilihnya, tapi Allah yang memilihkannya untukmu. Allah penggenggam segala ilmu, sebelum Ia ciptakan dirimu, Ia pasti punya pertimbangan khusus, hingga akhirnya saat kau lahir kedunia, Ia menjadikanmu seorang akhwat. Tidak main-main Allah mengamanahkan ini padamu. Karena seharusnya dirimu tahu, bahwa akhwat adalah makhluk yang luar biasa, yang dari rahimnya bisa terlahir manusia semulia Rasulullah atau manusia sehina Fir'aun.


Selalu ada ganjaran atas setiap kesungguhan yang kita lakukan dalam kebaikan, begitupun menjadi akhwat shalihah, syurga menjadi ganjaran yang pantas untuk diberikan. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi S.A.W. bersabda : "Seorang wanita yang mengerjakan solat 5 waktu, berpuasa wajib sebulan, memelihara kemaluannya serta taat kepada suaminya maka pasti dia akan masuk syurga dari pintu mana saja yang dikehendakinya. "
(HR Abu Nuaim)


Tak kan ada kemuliaan tanpa penjagaan, tanpa ikhtiar, tanpa pembekalan, tanpa pemahaman. Realita itu ada tanpa diminta, sedangkan Idealisme ada karena diperjuangkan.


Wallahu’alam.


Bandung, 30 November 2011
22:16 pm

#daniferdian

0 komentar: