Bahagia Itu Sederhana ??


Banyak orang berkata bahwa bahagia itu sederhana. Ya sederhana, karena bahagia itu terkadang memang bukan melulu tentang kita yang mengalami, begitu pikirku. Bahagia bisa dengan melihat orang lain senang atas apa yang kita berikan kepadanya. Pemberian bukan untuk mendapatkan imbalan selanjutnya. Tapi untuk membuktikan bahwa hati ini terikat. Terikat perasaan karena pertemanan, persahabatan, atau kekeluargaan. Bahkan ukuran bahagia bagi salah seorang teman yang sudah menikah jauh lebih sederhana, sesederhana ia menyentuh tangan pasangannya tanpa harus membatalkan wudhunya, begitu katanya. Ini hanya sekadar contoh, tak usahlah menjadi galau setelahnya. 

Sengaja aku ambil contoh ekstrem, karena aku yakin semua orang punya definisi bahagianya sendiri. Tak selalu orang kaya itu jauh lebih bahagia dibandingkan dengan orang miskin. Dan bisa jadi, justru saudara-saudara kita di Palestina lebih bahagia dibanding kita yang berada di Indonesia. Menjadi bahagia, bukanlah karena sikap orang lain yang menyenangkan atau menyakiti kita. Tetapi menjadi bahagia adalah karena pilihan kita sendiri untuk menjadi bahagia. Semua ingin bahagia, namun tidak semuanya berusaha melakukan sebab-sebab bagi tercapainya bahagia. Sesungguhnya ada banyak kunci menuju bahagia. Belajar berbahagia, ini yang ingin sama-sama aku pelajari bersamamu. Ada banyak jalan manjadikan sisa usia kita selalu berbahagia. 

Mengenal Allah (Ma'rifatullah) 

Menurut Imam Al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma'rifatullah", telah mengenal Allah SWT. Imam All-Ghazali menyatakan:

"...kebahagiaan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kebahagiaan telinga mendengar suara yang merdu, adapun kebahagiaan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat berkenalan dengan seorang pejabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan dengan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden. Maka tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan  oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. " 

Ma'rifalullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan, bahwa tiada Tuhan selain Allah. Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Yuk sama-sama belajar! :) 

Iman Kepada Allah dan Beramal Shaleh 

Allah berfirman “Siapa saja yg beramal kebajikan baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman maka Aku akan hidupkan mereka dalam kehidupan yg baik.” “Siapa saja beriman kepada Allah dan hari Akhir serta beramal shaleh mereka tidak pernah takut dan tidak pernah bersedih.” . Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Ra. meriwayatkan Rasulullah Saw. bersabda “Sungguh mengherankan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya segala urusannya baginya memberikan kebaikan hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun melainkan oleh seorang mukmin. Bila mendapatkan harta atau kesuksesan selalu bersyukur maka jadilah itu kebaikan baginya dan bila mendapatkan kesengsaraan dia selalu bersabar dan itupun menjadikan kebaikan baginya.” 

Seolah normatif memang,  namun coba kita sedikit telaah cerita tentang Ibnu Taimiyah. Ketika diinterogtasi di Damaskus dengan berbagai bentuk penyiksaan yang keji, Ibnu Taimiyah Rahimahullah malah mengatakan “Apa yg diperbuat musuh-musuhku itulah surgaku, penjara bagiku adalah tempatku menyepi, dan penyiksaan terhadapku itulah syahadahku, sedang pengusiran terhadapku itulah tamasyaku.” Ucapan ini tentu tak akan keluar kecuali dari seorang yang benar-benar telah menghujam kuat imannya di dalam dada. 

Atau cerita lain, mengenai Bilal bin Rabah yang merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan. Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu.  

Beriman kepada Qadha dan Qadar

Musibah, rezeki, jodoh, semua adalah ketetapan Nya. Baik dan buruk, semua adalah kehendak Nya. Bayangkan, akan menjadi setertekan apa ketika setiap kita tidak mengimani Qadha dan Qadar, mengingkari bahwasanya semua adalah ketetapan Nya. Orang yang bahagia itu bukanlah orang yang selalu mendapatkan kesenangan, sebaliknya orang yang celaka itu bukanlah orang yang selalu dirundung duka. Namun, orang yang berbahagia itu adalah orang yang mampu menyikapi berbagai hal yang menimpanya, baik itu kesenangan maupun duka nestapa dengan sikap diri yang penuh husnuzan (baik sangka) kepada Allah. Percaya bahwa semua adalah ketetapan Nya, dan hal tersebut yang terbaik bagi kita. Artinya, kalaupun ditimpa musibah yang besar, ia akan merasakan kebahagiaan karena ia meyakini bahwa musibah ini adalah sebagai bentuk dari kasih sayang Allah dengan memberikan satu peringatan kepadanya, menjadi jalan penggugur atas dosa-dosanya.  

Oleh karena itu, dengan mendidik, membersihkan dan menyucikan jiwa akan menjadikan kita mengetahui apa yang harus dilakukan ketika mencari sesuatu yang diinginkannya dan mengetahui sikap apa yang harus dilakukannya dalam menyikapi hasil yang diperolehnya. Dengan demikian, sikapnya selalu sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. 

" Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."  (QS. Al-Baqarah: 216) 

Yakinlah apa saja yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannva, dengan demikian disana kan kau temukan bahagia.

Banyak Dzikir dan membaca Al Qur’an  

Allah berfirman “Ketahuilah dengan dzikir kepada Allah hati menjadi tenteram.” Orang yg selalu dzikir dan ingat kepada Allah akan bahagia dan tenang hatinya. Sedangkan orang yang berpaling dari ingat kepada Allah maka ia akan hidup dalam kesusahan dan kesedihan. “Dan siapa saja yang berpaling dari ingat kepada Tuhan yang Pemurah niscaya kami tentukan baginya setan, maka jadilah ia teman yang tidak terpisah baginya.” “Dan siapa saja yg berpaling dari dzikir kepada Aku maka adalah baginya penghidupan yang sempit dan kami akan kumpulkan dia pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” “Maka kecelakaan bagi mereka yang beku hatinya dari mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Az Zumar 220) 

Terkait dengan mengingat Allah dan ketenteraman hati, sudah pernah kubuat kajiannya dengan pendekatan psikomedis, silakan kembali lihat catatannya :). Kelapangan dada dan mencarinya termasuk tanda-tanda kebahagiaan dan sifat orang-orang yg berbahagia. 

Berbagi, Berbuat Baik kepada Manusia 

Nampaknya menjadi sebuah fakta yang tak berlebihan jika orang yang suka berbuat baik kepada manusia menjadi orang yang banyak berbahagia serta diterima hidupnya di atas bumi. Kebahagiaan adalah ketika ketika kita dapat melakukan lebih banyak hal untuk lebih banyak kebahagiaan orang lain, bahkan saat diri ini tidak lagi dapat membahagiakan dirinya sendiri. 

Lihatlah jiwa- jiwa yang ikhlas itu, yang diciptakan Allah di dunia seperti pabrik kebahagiaan yang siap disebar luaskan untuk mendamaikan hati, dan meluaskan dada sesamanya yang terasa sempit karena cobaan hidup. Dalam hati mereka pun berbisik, tak apa jika mereka menghabiskan banyak waktu mengurus kepentingan demi kebahagiaan orang lain, dan Insya Allah sebagai balasannya, Allah yang akan mengurus kepentingan dan membahagiakan mereka. 

Kebahagiaan adalah kepuasan batin atas tercukupinya kedamaian bagi orang lain. Dan ketika kita mencoba mendamaikan orang lain, bukankah dengan terlebih dahulu kita mengkondisikan hati dan pikiran kita agar terlebih dahulu terkondisikan? Dan setelah itu, bukankah juga kedamaian akan menjadi hak kita? 

Memandang Urusan Dunia Lebih Rendah Daripada Urusan Akhirat 

Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda “Lihatlah orang-orang yang di bawah kamu dan janganlah kamu melihat kepada orang yang lebih tinggi dari kamu. Maka hal itu akan lebih pasti untuk meremehkan nikmat Allah.” . Ini adalah dalam urusan keduniaan karena bila kita ingat ada orang yang lebih rendah dari kita maka kita akan mengetahui betapa besar nikmat Allah yg diberikan kepada kita.  

Adapun dalam urusan akhirat, maka hendaknya kita melihat kepada orang-orang yang lebih tinggi dari kita agar kita sadar akan kelemahan dan kekurangan kita. Jangan kita melihat orang yang hancur dan sebab-sebab kehancurannya tetapi lihatlah orang yang selamat dan bagaimana keselamatan itu diraih. Dengan  ini kita akan selalu berbenah, bertumbuh, menjadi lebih baik. 

Bersabahat dengan Orang Shalih

Memilih sahabat menentukan kebahagiaan, ilmu dan masa depan. Karena dari mereka kita bisa dapatkan kebaikan atau keburukan. Memilih sahabat yang shalih, aku yakin akan senantiasa membawa kebaikan. Memilih sahabat yang shalih, bagiku itu menenteramkan, membawa ketenangan, menumbuhkan, dan membawa kebahagiaan. 

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang shalih. Orang-orang yang shalih akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang shalih adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang shalih.

Mampu Memaafkan

Ibrahim Ataimi berkata “Sesungguhnya ada seorang laki-laki mendzhalimiku maka aku mengasihinya.” Diriwayatkan juga ada beberapa ulama dan juga banyak orang yang berbuat jahat kepada Ibnu Taimiyah sehingga beliau dipenjarakan di iskandariyah. Setelah keluar dari penjara ada yg bertanya adakah kamu ingin membalas orang yang berbuat jahat padamu? Beliau menjawab,  "aku bebaskan siapa saja yang telah berbuat zhalim kepadaku dan aku maafkan."  Ibnu Taimiyah telah membebaskan semuanya karena beliau tahu hal itu akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.

Atau cerita lain, seorang sahabat Rasul mendengar ada seorang yang ghibah atas dirinya. Maka sahabat tadi memilih suatu hadiah yang menarik, ia kemudian pergi kepada orang yang berbuat ghibah itu dan diberikannya hadiah tadi. Ketika ditanya tentang sebab pemberian hadiah itu ia menjawab, Rasulullah Saw. bersabda “Siapa saja yang berbuat kebajikan atasmu maka berilah dia imbalan." Sesungguhnya anda telah memberikan hadiah kepadaku dari kebajikanmu sedangkan aku tidak punya kebajikan yang dapat aku berikan padamu kecuali kebaikan dunia. Maha Suci Allah.

Selalu Kembali Kepada Allah dan Berdo’a Kepada Nya 

Rasulullah Saw. telah meneladankan semua itu, diantaranya beliau berdo’a “ Ya Allah perbaikilah aku dalam beragama karena dengan agama itu menjadi ishmah bagi segala urusanku, perbaikilah pula duniaku yg merupakan penghidupanku. Perbaiki pula akhiratku yang akan menjadi tempat kembaliku, jadikanlah hidup ini tambahan bagiku dengan berbagai kebaikan serta jadikanlah kematianku sebagai tempat istirahatku dari segala keburukan.” Beliau juga senantiasa berdo’a “ Ya Allah rahmat Mu aku harapkan. Janganlah Engkau tanggungkan kepada diriku sendiri meski hanya sejenak dan perbaikilah seluruh keadaanku semuanya, tidak ada Tuhan yg berhak disembah kecuali Engkau.” 

Hanya Allah lah tempat bergantung, tempat kembali, maka mohonlah kepada Nya, berdoalah kepada Nya, karena Ia akan mengabulkan doa orang yang berdoa kepada Nya, Ia dekat kepada siapa yang mendekatkan diri kepada Nya. Jangan sampai diri ini teramat sombong, merasa menemukan kebahagiaan tanpa senantiasa kembali pada Nya. Dengan kehendak Nya, Allah mampu mencabut atau menambah nikmat dan kebahagiaan yang kita rasakan dengan mudahnya. Maka, senantiasalah kembali dan berdoa pada Nya. Mudah-mudahan kita mendapat kebahagiaan yang sesungguhnya bukan angan-angan juga bukan sekedar pembicaraan. Dan kepada Allah lah segala urusan kita kembalikan. 

Dalam kondisi apa pun, maka " bahagiakanlah hatimu! " Jangan pernah bersedih. Jika engkau kaya, bahagiakanlah  hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu. Dan jika engkau fakir miskin, bahagiakan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Bahagiakanlah  hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu. Jika engkau dilupakan orang, kurang masyhur, bahagiakan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu. Mudah-mudahan. Allah mengkaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Aamin. 

Kesederhanaan bahagia, kemudian disimpulkan dalam kata 'syukur'. Seseorang bahagia bukan karena selalu mendapatkan yang terbaik di hidupnya, tapi karena selalu bersyukur atas apa yang hadir di hidupnya. Syukur itu, bukan tentang seringnya bernasib baik. Syukur itu tentang berbaik sangka kepada Allah.

Bersamamu, mari kita jemput keutamaan bahagia pada sisa usia kita. Menterjemahkan hal-hal sederhana kedalam bingkai bahagia, dengan selalu menghadirkan kebersamaan Sang Pencipta Bahagia dalam keutuhan makna. :)

Kita dan Rasa Sepi Seorang Ibu

Mengambil hikmah di seberang waduk Jatiluhur, Purwakarta. Berkisah tentang perburuan janda jompo di Parang Gombong, untuk disantuni, diperiksa kesehatannya dan diobati. Menjajal malam dari rumah ke rumah, satu jompo ke jompo lainnya. Belajar tentang rindu, itu salah satu makna yang bisa kuikat malam itu.

Berawal dari pertemuanku dengan (sebut saja namanya) Nenek Ucuk, salah satu janda jompo yang kutemui dari 8 orang yang akan dikunjungi. Kediamannya hanyalah rumah panggung, kecil, berbentuk satu kamar, dengan penerangan luar yang tak terlalu terang. Tak pernah kubayangkan sebelumnya respon yang muncul dari beliau saat aku ketuk pintu rumahnya. Dengan tubuhnya yang renta, saat beliau keluar dan melihat kami, ia langsung menangis. Teriak, menangis histeris, haru. Tak pernah sebelumnya ada yang mau peduli dengannya, mengunjunginya, bertatap dengannya, bahkan sekadar duduk di teras rumahnya. Begitu tutur beliau sambil sesekali memeluk, merangkul, dan menggengam tangan kami disela-sela cerita dan tangisnya.

Nenek Ucuk, seorang yang hidup lebih dari 75 tahun ini masih sempat merasakan masa penjajahan Belanda dan Jepang. Ia masih sempat menyaksikan banyak penyembelihan kepala manusia pada masanya. Ia yang pernah menyembunyikan anak-anak laki-laki seusiaku dulu dari kejaran penjajah di rumahnya. Kini hidup seorang diri, walaupun ia punya beberapa anak dan cucu. Kesehariannya hanya makan nasi dan kecap dua kali sehari, dan minum dengan air teh manis. Pekerjaannya, hanyalah pengumpul karung-karung bekas. Yang tak kalah menyedihkannya adalah ketika warga sekitar melarang anak-anak kecil mereka bermain di sekitaran rumah Nenek Ucuk ini. Selalu mereka ditakut-takuti bahwa rumah Nenek Ucuk ini adalah 'Sarang Babi'.

Menyaksikan rasa sepi seorang ibu. Itu yang pertama terlintas di benakku saat melihat sang Nenek menangis ketika kami kunjungi, ketika ia sadar bahwa masih ada yang peduli. Berpisah dengan anak, keluarga saja sudah meninggalkan rasa sepi yang gersang pikirku, apalagi jika ditambah harus dikucilkan dari lingkungan. Aku bisa merasakan refleksi yang serupa, akan perasaan mendasar tentang rindu seorang ibu akan anaknya, keluarganya malam itu. Rasa sepi ibu itu naluri yang sangat khas.

Melihat realita tersebut, ditengah padatnya rutinitas yang sering menguasai diri kita, kita perlu sejenak berbicara dengan hati sendiri tentang seperti apakah kiranya hari ini keadaan ibu kita. Rasanya tak berlebihan bila sejenak kita perlu berbicara dengan perasaan kita, adakah rasa sepi kiranya tengah bergelayut di hati ibu kita??

Suatu waktu dalam hidup kita, ibu kita pun adalah ibu yang kesepian. Merindukan kita yang mulai asyik dengan diri kita sendiri. Kita mulai membangun cara pandang berbeda, cita rasa berbeda, dan bahkan mencari alasan yang terlalu rumit untuk merasa tidak bisa memahami seorang ibu secara apa adanya. Di usia kita yang belum terlalu tegak menjadi lelaki atau perempuan dewasa, ibu kita masih dan akan selalu berkata, "Hati-hati nak." Dan terkadang kita banyak menjawabnya dengan " Sudah mengerti bu, aku sudah besar."

Kita dan orang tua memang ditakdirkan lahir di generasi yang berbeda, menghuni zaman yang tak serupa, mengalami perubahan-perubahan budaya yang tak sama, sehingga terkadang muncul perbedaan-perbedaan yang membuat komunikasi orang tua dan anak tak sepaham, kehendak yang tak seiring, dan pikiran yang tak sejalan. Kondisi seperti ini seringkali mewariskan rasa sepi di kehidupan orang tua. Bukan karena mereka ditinggalkan, tapi karena ada keinginan yang tak dapat dipahami oleh anaknya. Ibu kita yang umumnya lebih banyak menghabiskan hari-harinya di rumah memang kadang gagal menangkap dan memahami perubahan yang terjadi pada pribadi dan lingkungan anaknya, perubahan yang tidak disertai kedewasaan dan kemampuan menghormati sebagaimana seharusnya.

Suatu masa dalam hidup kita, ibu kita adalah ibu yang menahan rindu. Menanti bertemu dengan anak-anak yang mulai terasa tak lagi membersamainya. Jangankan  bagi yang tak serumah karena harus merantau belajar, bahkan sebagian kita yang tinggal satu atap dengannya tak jarang seperti hidup dalam dunia yang berbeda. Kita dekat tetapi jauh.

Suatu ketika dalam hidup kita, ibu kita adalah ibu yang mencintai kita dengan segenap perasaannya yang dulu, tidak berubah. Sama kuatnya, sama tulusnya. Suatu saat dalam hidup kita, ibu kita adalah ibu yang tak lelah berharap dan berdoa untuk kita. Bahkan bila pun kita menganggap diri kita telah menjadi sesuatu. Sementara kita terkadang tumbuh dalam keangkuhan-keangkuhan, yang bersama itu mungkin cara kita memahami perasaan ibu kita pun sering berubah.

Sadarilah, bahwa sepi adalah jejak waktu yang tentu saja tak memberi rasa nyaman. Apalagi kita tak bisa tahu kapan ia akan berakhir. Dan seorang ibu adalah sosok yang mungkin sangat sering mengalami itu dalam hidupnya, meski mungkin kita kadang tak menyadari itu sebagai seorang anaknya. Sekali lagi, mari sejenak kita coba renungkan, bicara soal keadaan orang tua. Soal rasa sepi yang seringkali menerpa hidupnya. Saat kita masih punya kesempatan untuk membalas budi mereka, melakukan yang terbaik untuknya. Untuk ibu yang pengorbanannya tak terhingga. Agar jangan sampai ada kata "menyesal" di kemudian hari.

Mungkin kita juga adalah salah seorang anak yang telah membuat ibu merasa sepi, karena meninggalkannya untuk sementara, demi mengejar cita-cita. Hari ini, entah dimanapun setiap kita berada, mari sejenak bicara tentang rasa sepi ibu yang terus menyimpan cinta dan kasihnya pada kita sampai kapan pun. Mari sejenak kita merenungkan keadaannya, di kala kita sedang jauh dari sisinya. Apakah yang sedang dia lakukan kini?? Sesekali obati rasa sepinya dengan rela meninggalkan kesibukkan untuk sesaat pulang menemuinya, mencium tangannya. Atau terkadang, cukup dengan suara saja ibu telah merasa puas. Sebab terkadang dengan sepatah kata sapaan dari kita yang terdengar dari ujung telepon, telah membuatnya bahagia yang tak terkira.

Ibu memang selalu merindukan kita. Sangat merindukan kita. Sampai kapan pun. Gambar wajah kita selalu hadir di benaknya, bermain-main di pelupuk matanya. Dia selalu melempar ingatannya ke masa-masa lalu yang indah ketika kita masih bersamanya, mengenang segala tingkah lucu kita yang menggores kesan indah di hatinya. 

Sukses seorang anak tentunya memberi rasa bangga dan puas di hati seorang ibu. Kelelahan selama bertahun-tahun yang dia alami, akan berakhir tanpa bekas manakala dia melihat anak-anak yang dibesarkannya dengan penuh cinta hidup dalam kemudahan dan keadaan yang lebih baik dari kehidupannya sendiri.

Tetapi tentu bukan hal itu yang paling membahagiakan seorang ibu. Selain kesuksesan dan keberhasilan, seorang ibu sangatlah ingin melihat anak-anaknya tumbuh menjadi orang-orang shalih, berbakti dan berakhlak mulia. Itulah yang paling membahagiakan orang tua. Tak ada yang paling menyenangkan hatinya dan menentramkan jiwanya selain melihat mereka tumbuh dalam ketaatan kepada Allah swt. Terlebih ketika mereka telah berada di usia yang semakin senja, selalu ada harapan agar anaknya kelak tetap mengenangnya setelah kepergiannya, dalam doa dan munajatnya, memohonkan ampun untuknya.

Rasa sepi yang paling dahsyat akan dirasakan seorang ibu ketika ia tak menemukan keshalihan pada diri anak-anaknya. Saat beribadah tak ada yang menemani. Ketika berdoa tak ada yang mengamini. Di kala sakit tak ada yang mendoakan. Akhir hidupnya dihantui rasa takut akan kegagalan menuai pahala anak-anaknya.

Rasa sepi yang dialami oleh ibu tentu tak cukup hanya kita bicarakan. Sebab bicara tak akan memberi manfaat untuknya, kecuali agar ada kesadaran yang muncul dari diri kita, untuk mengenali dan mengetahui kondisi itu. Bicara tak akan mengobati rasa sepi itu. Bicara tak akan mengurangi kesendirian dan kerinduan ibu. Yang harus kita lakukan kemudian adalah merenungi apa yang telah kita berikan kepada ibu. Merenungi adalah untuk mengukur kadar perhatian kita kepadanya, agar kita bisa memberinya lebih banyak lagi, dalam hal apapun.

Selalu taatlah kepadanya, jagalah hubungan baik dengannya, hindari hal-hal yang tidak disukainya. Ajaran agama tak memberi kita ruang untuk menolak apapun perintahnya, kecuali jika perintah itu menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya. Tunjukanlah selalu ketaatan kepada mereka, berikanlah bakti kita kepadanya.

"Tidak ada dosa yang dipercepat adzab kepada pelakunya di dunia ini dan Allah juga akan mengadzabnya di akhirat selain (dua hal), yang pertama berlaku zhalim, dan kedua memutus silaturrahim (dengan orang tua)" HR. Bukhari
 

"Telah berkata Rasulullah saw, ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan kepala rumah tangga yang membiarkan ada kejelekan (zina) dalam rumah tangganya" HR. Hakim

Maksimalkanlah kekuatan doanya, kejarlah doanya yang tak terhijab, mintalah ketulusannya, dan rengkuhlah ridhanya.
 

" Tiga doa yang mustajab, yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya: Doa orang yang terdzalimi, doa seorang musafir, dan doa orang tua untuk anaknya " HR. Tirmidzi
 
Sepenggal kisah pertemuan dengan Nenek Ucuk di Parang Gombong ini, sekali lagi bisa menjadi sebuah refleksi mendalam bagi kita, untuk sejenak bicara tentang rasa sepi seorang ibu. Yang ditengah kesepiannya itu, ia masih senantiasa melantunkan doa bagi anak-anaknya, maupun alm orang tuanya yang sudah lama meninggal. Menjadi sebuah refleksi bagi kita yang masih diberi kesempatan hidup, di masa usia yang masih terbilang 'muda.'

*sebuah catatan pasca Bakti Sosial Parang Gombong, Purwakarta, 23 September 2012*

Jangan Cuma Baik, Tapi Harus Kuat!

Ah, hidup itu jangan diambil susah. Ngapain ngurusin orang lain, ngurus diri sendiri aja belum tentu bener. Nantilah kalo udah sukses, banyak duit, baru kesana. Lagian ada atau gak adanya kita kan gak akan ngasih perubahan signifikan buat dunia. Yang penting diri kita gak ngerugiin orang lain itu aja udah cukup.

Lagian mau jadi apa kedepan juga masih belum tahu. Tapi jangan dibawa susahlah hidup ini, nikmati aja, biarkan hidup mengalir kayak air. Gak usah terlalu kaku bikin perencanaan muluk-muluk dari jauh hari, biarkan kemauan itu datang dengan sendirinya. Yang penting muda senang-senang, tua kaya raya, dan mati masuk surga.

Monolog diatas hanyalah sebuah contoh ekstrem, yang mungkin bisa mewakili beberapa kata hati yang tak terungkapkan. Atau bisa jadi, ini potret diri yang mewakili sebagian, atau bahkan mayoritas dari kita?

Terlepas dari benar atau tidaknya opini diatas, ingin aku mengajak sedikit berkontemplasi tentang hidup. Ada kurang lebihnya sekitar tiga ratus enam puluh sendi menopang tubuh kita. Sebagaimana harta yang perlu ada sedekahnya, maka kita pun perlu bersedekah untuk sendi-sendi itu, dengan berkarya, beramal. Begitulah Rasulullah menjelaskan. Ada nafas nyawa setiap hari. Datang memastikan hidup setiap kali kita bangun pagi. Kita harus berbuat, beramal, bersedekah, demi nyawa itu. Bahkan karena kita Muslim, maka harus ada yang kita kontribusikan atas nama kemusliman itu. Begitulah Rasulullah mengabarkan. Tak heran mengapa aku sering berujar, bahwa ada hak umat dalam diri setiap kita. Tunaikanlah!.

Menyadari hal tersebut, maka memberikan manfaat adalah keniscayaan. Seperti yang pernah disampaikan Syaik Muhammad Shalih Al Munajjid, bahwa keselamatan seseorang tergantung pada seberapa besar usahanya untuk memberi manfaat kepada orang lain. Sebab itu kita wajib berbuat baik kepada sesama manusia dari segala sisi kita bisa memberi manfaat.

Menjadi yang spesial di mata seseorang yang kita cintai tentulah menjadi hal yang didambakan. Mencintai makhluk tentunya tak melebihi cinta kita pada Sang Maha Pemberi Cinta, Allah, yang menjadi alasan setiap kita mencinta. Maka tentulah, menjadi yang spesial dihadapan Allah adalah hal yang paling kita dambakan. Ia yang menang dalam perlombaan, itulah yang istimewa dihadapan Nya. Berlomba-lomba dalam kebaikan, beradu mutu dan beradu cepat dalam beramal, mencipta amal unggulan, meledakkan kemanfaatan, itu harga yang harus dibayar. Kita harus berlari mengejar takdir, juga harapan-harapan dalam perlombaan ini. Namun siapa diantara kita yang benar-benar bersungguh-sungguh?? Sebagian hanya menonton, sebagian bahkan diam dan masa bodoh. Sebagian lagi tertatih, tak kunjung mengantarkan diri pada cita-cita.

Silahkan refleksikan pada diri, sejauh mana kita masih memikirkan diri sendiri, sudah seberapa banyak kita punya mimpi, sudah seberapa besar kesungguhan kita dalam mengejar impian tersebut? dan seberapa besar dari keseluruhan pencapaian itu yang kita dedikasikan untuk umat? Adakah diri kita sudah menjadi pribadi yang bermanfaat, atau masih menjadi pribadi gamang yang jauh dari nilai kebaikan?

Bertekad, berbenah menjadi pribadi baik harusnya bukan lagi jadi pilihan, tapi keharusan. Hidup dan eksistensi seorang manusia hanya akan punya makna jika ia berhasil mencapai nilai kebaikan. Akan tetapi capaian itu bukanlah titik akhir. Kebaikan yang dimiliki dapat bertambah dan terus bertambah jika ada kekuatan yang membersamainya.

Oleh karena itu, kini menjadi baik saja tidak cukup. Kita tidak hanya perlu orang baik, tapi kita juga memerlukan orang-orang yang kuat. Karena dengan kekuatan itulah sebuah kebaikan akan menjadi tampak dan diakui otoritasnya. Kekuatanlah yang memiliki fungsi peneguhan dan penjagaan. Peneguhan terkait eksistensi, sedang penjagaan terkait keberlangsungan.

Mungkin negeri ini tidak kekurangan orang-orang baik, namun belum cukup orang-orang yang kuat, yang mau dan mampu mengambil peran-peran utama dalam kehidupan, dengan penuh azam, kemampuan, sekaligus keteguhan. Krisis orang-orang kuat dimulai dari krisis mentalitas. Bukan lantaran kita tak tahu cara menjadi orang kuat. Tapi seringkali karena kita lupa, bahwa kekuatan besar diperoleh dari akumulasi kekuatan kecil, yang dipupuk dan ditumpuk dalam satuan-satuan waktu yang terus bersambung. Bukan lantaran kita tak tahu cara menjadi orang kuat. Tapi banyak dari kita yang tidak kuat menempuh jalan untuk menjadi orang-orang kuat. Ongkos menjadi orang baik mungkin kesabaran, tapi ongkos menjadi orang kuat adalah ketekunan.

Jangan membentuk diri menjadi orang yang serba tanggung, serba tidak maksimal. Totalitas!. Bangun idealisme yang kuat, karena idealisme yang kuat akan melahirkan Kekuatan tersendiri. Ciptakan amal unggulan yang berorientasi umat dengan kapasitas dan passion kita masing-masing. Aktivitas sosial, politik, public speaking, entertaint, olahraga dll, hadirkan nilai kemanfaatan untuk umat disetiap aktivitasnya dan torehkan sejarah-sejarah kepahlawanan yang mengabdi. Pintarlah membaca peluang, dan bangunlah mimpi. Ciptakan amal unggulan yang menjadikan kita istimewa dihadapan Nya kelak.

Dibilang pencitraan, sok alim, sok idealis, dan berbagai cibiran maupun sindiran lain bahkan tekanan yang melemahkan mungkin akan hadir mewarnai perjuangan. Jangan takut, karena ketakutan dan kesusahan itu dapat menghancurkan potensi besar, dan mengubah wajah-wajah berseri dan bercahaya menjadi layu, begitulah seperti yang dikatakan Syaikh Muhammad Al Ghazali rahimahullah. Kita harus kuat, karena hanya yang kuat yang akan bertahan, dan hanya yang bertahan yang akan sampai ke tujuan. Terkadang hidup kita perlu seperti pegas, semakin ditekan maka lompatannya semakin tinggi. Begitulah seharusnya hidup, semakin ditekan kita untuk melakukan berbagai kebaikan, semakin terpacu kita untuk senantiasa mewujudkan mimpi besar kita dalam melakukan berbagai aktivitas kebaikan untuk kemanfaatan umat. Mengelola berbagai permasalahan yang melemahkan menjadi sarana pembangun yang semakin menguatkan.

Jadilah orang baik, dengan mimpi besar, kesungguhan kuat dalam mewujudkannya, miliki kekuatan bertahan, hingga menorehkan sejarah kepahlawanan yang mengabdi dan menginspirasi!

Yang harus dijawab setiap kita kemudian, peran dan kontribusi besar apa yang akan kita lakukan?? Mampukah kita jadi orang kuat yang mewujudkannya??

#coratcoretRamadhan1433H
*udah lama gk nulis,kangen :')

Kedokteran : Bersakit-Sakit Dahulu, Sulit Kemudian.

Aku masih ingat betul, dulu untuk berada di jalan ini, setidaknya aku harus menyisihkan 50 orang lebih, bahkan diantaranya adalah teman dekatku sendiri, rekan seperjuangan. Pasalnya hanya sekitar 100 kursi yang tersedia dari 5000 orang lebih yang mendaftar di fakultas yang kata kebanyakan orang 'bergengsi' ini, Fakultas Kedokteran. Dengan otak dan kemampuan ekonomi yang pas-pasan, berjibaku di pertarungan ujian ini bagiku sangat melelahkan. Palpitasi, keringat dingin, khawatir berlebih terkadang membersamai moment-moment pra maupun pasca ujian saringan masuk perguruan tinggi ini. Satu awalan sulit, yang akhirnya telah kulewati.

Euphoria akhirnya sempat kurasakan tatkala perjuangan ini membuahkan hasil. 260143 muncul dilayar monitor komputer tanda kelulusan ku di ujian saringan masuk Fakultas Kedokteran yang aku pilih. Euphoria menjadi mahasiswa baru kedokteran, namun sayang tak berlangsung lama. Aku masih ingat betul, hari-hari ku kemudian ditemani textbooks tebal berbahasa inggris, yang terkadang isinya pun sulit aku pahami. Learning issue hampir 3 kali seminggu menghidupkan suasana kamar ku tiap malam nya. Modul-modul laboratorium dan skill lab berbahasa inggris selalu minta dipahami. Belum lagi soal ujian berbahasa inggris nya ditiap 3 bulan dan 6 bulan sekali. Tak tanggung-tanggung, bisa sampai 200 soal berbahasa inggris dikeluarkan, hanya diberi waktu 1 menit aku mengerjakan setiap soalnya. Pantas saja ujian TOEFL diatas 550 menjadi syarat wajib kenaikan tingkatku. Untung saja di ujian ke 3 aku bisa lulus dulu.

Satu lagi yang aku masih ingat betul, ujian lisan. Hampir sekitar 36 kasus yang dipelajari selama satu tahun diujikan dalam waktu 20 menit oleh dua dokter penguji. Dan yang membuat mahasiswa di angkatanku hampir depresi adalah ketika kami harus menghadapi kenyataan, bahwa 50 % nilai kami di tahun itu ditentukan oleh ujian tersebut. Belum lagi ujian praktik yang harus dihadapi, hampir 36 keterampilan klinis yang dipelajari selama setahun, diujikan di 15 stasiun dan harus lulus semua. Gagal di ujian ini setelah satu kali kesempatan remedial membuat kami tak bisa naik ke tingkat selanjutnya. Berbeda dengan fakultas lain, jika kau tak lulus satu mata kuliah, bukan hanya mata kuliah itu saja yang kau ulang, melainkan seluruh mata kuliah. Ibarat tak naik kelas saja ketika masa SMA dulu.

Ada lagi yang masih aku ingat betul, menjadi mahasiswa tingkat akhir. Mungkin kau tahu, di fakultas lain mahasiswa tingkat akhir tentunya akan fokus dengan tugas akhir atau skripsinya. Begitupun dengan kami, hanya saja beda nya, ketika mahasiswa fakultas lain sudah tak ada mata kuliah yang diambil, aku dan kawan-kawan ku masih ada kuliah, tugas, maupun ujian. Belum lagi bulak-balik Bandung-Jatinangor untuk bimbingan berasa jadi warna yang semakin melengkapi. Semacam tingkat terjenuh dalam hidup dihadapi disini.

Sulit kedua aku temui, tentang bagaimana bertahan menjalani proses pendidikan, apalagi untuk mendapatkan hasil memuaskan, "dengan pujian" di wisuda Sarjana Kedokteran.

Masih ada yang aku ingat betul, kali ini tentang aktivitas sosial dan jadwal liburan. Serempak hampir sama kawan-kawan ku di fakultas maupun universitas lain memasuki jadwal libur, rencana backpaker-an, reuni, atau sekadar jalan-jalan banyak mereka persiapkan. Giliran aku mendapat ajakan, kedokteran sedang memasuki fase ujian. Akhirnya hanya bisa berujar selamat jalan dan mengucap salam, cukup menyedihkan memang. Giliran aku libur, waktunya mereka untuk kembali memulai masa perkuliahan, nasib memang. Belum lagi dilema yang dihadapi ketika diamanahi jabatan kemahasiswaan di tingkat Universitas, terkadang rapat ditemani bahan ujian, atau bahkan harus mendelegasikan tugas untuk advokasi ke pihak rektorat karena harus ujian. Ada lagi yang juga aku ingat betul, tentang izin meninggalkan perkuliahan. Hanya 80 % dengan alasan sakit yang disertai surat dokter, acara keluarga, atau ditugaskan pihak Fakultas. Lebih dari itu, atau izin melanggar syarat tersebut, silahkan untuk tak diperkenankan mengikuti ujian, dan kembali mengulang tahun depan.

Sulit selanjutnya yang aku temui, tentang bagaimana menjaga performa sebagai makhluk sosial, bersinergi dengan yang lain, dan menjaga keseimbangan antara akademik dengan aktivitas kemahasiswaan.

Sulit memang, namun bukan berarti tak bisa dilewati. Gelar Sarjana Kedokteran yang membersamai namaku seolah menjadi bukti kesungguhan, bahwa sulitnya proses pendidikan bisa diselesaikan. Euphoria kembali dirasakan, Graha Sanusi seolah jadi saksi bisu perayaan aku dan ratusan wisudawan lain nya . Ucapan selamat dari belasan rekan yang sengaja hadir, dan rangkaian bunga yang juga kuterima semakin membuat khidmat suasana. Terlihat di wajah rekan dari fakultas lain binar mata menjemput masa depan, melanjutkan sekolah S2 atau mencari pekerjaan. Sementara tak lama kemudian, aku harus kembali menghadapi kenyataan, untuk menjadi relawan kemanusiaan, dalam misi pendidikan. (baca: koas, atau dokter muda.)

Masih aku ingat betul, tak lama setelah prosesi wisuda, satu per satu rekan satu angkatan dari fakultas lain sudah mendapatkan pekerjaan. Bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan undangan pernikahan. Harus gigit jari, berkaca pada diri yang masih disubsidi penuh oleh keluarga. Sulit lain yang kemudian dirasakan, ketika materi masih jadi bahan pertimbangan utama dalam berkegiatan, ketika membahagiakan orang tua masih jadi harap dan doa terbesar yang masih aku janjikan , ketika harus bersabar untuk melamar gadis yang disukai, atau bahkan mungkin contoh ekstremnya ketika harus merelakan seseorang yang kita harapkan didahului dilamar orang.

Akupun masih ingat betul, dengan peran dokter muda yang dijalankan, tanggung jawab semakin besar harus ditunaikan. Follow Up pasien, ikut operasi, ikut jaga poliklinik, belum lagi bed site teaching, ngerjain laporan kasus, bikin referat, kuliah, dan masih tetap ada ujian. Nilai minimum harus B, kurang dari itu, silahkan mengulang. Belum lagi ada jaga malam IGD maupun Ruangan, masuk koas biasa jam 7 sampai jam 4 sore, lanjut jaga malam dari jam 4 sore sampai jam 6 pagi esoknya, kemudian lanjut aktivitas esoknya sampai jam 4 sore lagi. Begitu ritme hidup ku ketika memasuki jadwal jaga, ibarat jadi zombie keesokan nya. Belum lagi ketika harus ditempatkan di jejaring, bisa di Cibabat, Ujung Berung, Garut, Sumedang, Majalaya, Subang, bahkan mungkin nanti sampai Rancabuaya.

Akupun masih ingat betul, bahwa libur jadi barang langka disini. Tanggal merah, atau weekend bisa kita nikmati jika tak ada jadwal jaga. Libur hanya seminggu setiap 6 bulan sekali, itupun jika tak ada remedial ataupun prolong karena terkena hukuman. Belum lagi izin, tak diperkenankan izin disini, bahkan sakit lebih dari 3 hari dengan surat sakit dari rumah sakit pendidikan yang bersangkutan pun membuat kita harus kembali mengulang bagian yang ditinggalkan.

Sulit yang lain kembali ditemukan, solusi paling tepat tak lain dan tak bukan semata menjaga keseimbangan fisik, mental, pikiran, dan rohani aku pikir.

Akupun masih ingat betul, dengan cerita yang kudengar dan kubaca ketika menjadi dokter kelak. Gaji dokter umum yang dibilang minim, seolah tak sebanding dengan beban kerja yang dipikulnya. Belum lagi jika kita bandingkan dengan gaji para insinyur teknik yang mungkin besarnya bisa berapa kali lipatnya, apalagi jika dibandingkan dengan pengusaha.

Untuk dokter yang ke daerah, aku pun pernah mendengar beberapa kisah nyata yang dialami para pendahulu. Salah seorang alumnus almamater ku di Papua, di daerah konflik, pernah disuguhi tombak oleh penduduk sekitar ketika menjalankan misi pengabdian nya. Berawal dari salah seorang anggota suku yang bertikai, ketika ia terluka terkena parang, secara beramai-ramai ia dibawa ke dokter tersebut. Sambil membawa anggota nya yang terluka, salah seorang anggota suku lain sempat berujar seperti ini ke dokter tersebut, "Jika teman saya mati, dokter tak bisa menolong, maka dokter pun harus mati!". Anggota lain sudah bersiap dengan tombaknya di sekeliling dokter tersebut. Peralatan medis disana terbatas, apalagi ketika didatangi ke rumah seperti itu. Akhirnya, sambil menangis sang dokter mempersiapkan alat seadanya, jarum jahit pakaian, benang jahit pakaian, air hangat, dan api. Sambil berderai air mata, sang dokter memanaskan jarum jahit itu ke api, memasukan benang ke air hangat, lalu mulai membersihkan dan menjahit luka orang yang terluka tersebut menggunakan alat seadanya, jarum dan benang jahit pakaian. Alhamdulillah orang yang terluka tadi selamat, dan dokter itu pun selamat.

Tak usah jauh-jauh ke Papua, di daerah Jawa Barat saja, Sumedang. Aku mendengar cerita langsung dari seorang dokter yang mengalami kejadian ini. Bertugas di sebuah pedalaman, hutan di Sumedang. Pada saat itu sedang santer-santer nya isu terkait dukun "teluh", atau dalam bahasa Indonesia nya dukun santet. Tak ada seorang pun yang berani pada dukun "teluh" saat itu, bahkan kapolsek atau camat setempat pun. Sampai akhirnya suatu ketika, terdapat kejadian salah seorang yang dianggap dukun santet meninggal, ditusuk menggunakan linggis di daerah wajahnya. Tak ayal, tengah malam, sang dokter dibawa ke tengah hutan untuk memeriksa jenazah korban, sendirian. Karena warga sekitar tak ada yang berani menghampiri dukun "teluh" itu, walau hanya sekadar mendekati jenazahnya.

Aku pun masih ingat betul, kejadian akhir-kahir ini, terkait seorang dokter spesialis, konsultan, di sebuah kota besar dan rumah sakit pendidikan pula. Operasi usus buntu seorang artis, pemain band, yang berujung tuntutan mal praktik karena mungkin ada sedikit kekeliruan dalam hal komunikasi. Ini mungkin salah satu cerita dari sekian banyak kejadian yang terjadi.

Entahlah, jika kembali ditelaah, ditelusuri dan dipikirkan. Proses menjadi dokter selalu tak luput dari kesulitan, dimulai dari sulit untuk bisa masuk Fakultas Kedokteran, sulit untuk belajar ketika menjalani proses pendidikan S1 nya, sulit ketika menghadapi program profesi dokter, sulit ketika menjadi dokter umum, baik itu di daerah, maupun di kota besar, bahkan sulit ditemukan walaupun sudah menjadi seorang dokter konsulen. Sulit memang.Bahkan untuk sekadar membayangkan nya pun, aku yakin sebagian dari kita memiliki kesulitan.

Tapi ingatlah kawan, bahwa sulit tak selamanya sulit, sebagaimana mudah tak selamanya mudah. Hanya saja yang dikhawatirkan kesulitan punya nafas lebih panjang dibandingkan semangat kita untuk mengalahkan nya. Sadari benar bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Insyiraah ayat 6 yang artinya:


Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Menjadi hamba Allah adalah suatu kepastian. Menjadi mahasiswa kedokteran, dokter muda, atau menjadi dokter adalah pilihan hidup untuk menjemput takdir sejarah kita. Menjadi aktivis, giat berkontribusi untuk umat adalah saringan alami untuk membuktikan pada dunia bahwa kita adalah hamba yang berbeda dari kebanyakan hamba yang Allah ciptakan. Seperti yang dikatakan Shalahudin al-Ayubi, memang bukan kita yang memilih takdir. Takdirlah yang memilih kita. Tapi bagaimanapun, takdir bagaikan angin bagi seorang pemanah. Kita selalu harus mencoba untuk membidik dan melesatkannya di saat yang paling tepat. Jangan sampai takdir hidup kita tak pernah sampai pada tujuan, jangan sampai mimpi kita terlalu sederhana, dan perjalanan cita-cita sangat lamban dan tidak menghantarkan. Cita-cita punya syarat penuainya, begitupun harapan dan keinginan punya harga amalnya. Kesungguhan mutlak jadi penuainya, dan tekad adalah pengantarnya. Karena ketika pikiran memberikan kita arah, tekadlah yang mendorong kita untuk melangkah, ketika pikiran menerangi jalan kehidupan kita, tekadlah yang meringankan kaki kita menjalaninya. Menjadi apapun kita saat ini, mulai awali dengan tekad untuk mencapainya.

Kesulitan, jenuh, dan menghadapi berbagai permasalahan itu fitrah. Menghadapi kenyataan pahit itu perlu. Karena terkadang manis itu dilalui setelah pahit kita lewati. Menghadapi kenyataan pahit saat ini bisa jadi sebuah pembelajaran, seolah menjadi jeda, untuk kita berbenah, untuk kita mengambil hikmah. Ibarat hujan, akan ada pelangi indah yang kita nantikan. Dan yakinlah kawan, bahwa pertolongan Allah itu hadir sesuai dengan kadar ujian yang Ia berikan.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya pertolongan itu datang dari Allah SWT pada seorang hamba sesuai dengan kadar ujiannya dan kesabaran itu diberikan oleh Allah SWT kepada seorang hamba sesuai dengan musibahnya."
—HR. Baihaqi
Kesulitan seolah menjadi teman yang membersamai proses menjemput takdir sejarah dokter kita. Untuk itu, keberaniaan nampak menjadi penawarnya. Jangan sampai kesulitan membuat kita patah karena lelah. Akan tetapi, tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri. Risiko adalah pajak keberanian. Dan hanya kesabaran yang dapat menyuplai seorang pemberani dengan kemampuan untuk membayar pajak itu terus-menerus. Di dalam kesabaran terdapat banyak kebaikan, dibalik kesabaran ada kemenangan.

Kesulitan yang senantiasa membersamai ini seolah menjadi tantangan yang perlu dilewati untuk kemudian kita nikmati ganjaran nya sesuai dengan kadar lelah yang sudah kita kerjakan. Alasan yang membuatku bertahan di jalan ini hingga kini adalah karena disini aku temukan banyak jalan untuk berbagi. Semangat berbagi ini adalah bukti keluhuran jiwa. Konteksnya bukan lagi memenuhi kewajiban, melainkan diatas itu, berbagi lebih mencerminkan rasa syukur, semangat berbakti, dan semangat untuk tidak menjadi mercusuar di tengah kondisi kurang beruntung yang dialami orang lain.

Berada di jalan ini, sampai saat ini telah memberikan kesempatan bagiku bersama beberapa rekan dan mitra lain nya untuk memberikan pengobatan gratis untuk ribuan orang di berbagai tempat, memberikan bantuan medis dalam fase tanggap bencana hampir di setiap bencana yang terjadi terutama di wilayah Jawa Barat, juga menjalankan recovery dan rehabilitasi setelahnya. Selain itu berbagai upaya promotif preventif berupa edukasi kesehatan melalui penyuluhan telah dilakukan untuk ribuan orang di berbagai tempat dan berbagai kalangan, mulai dari murid TK hingga masyarakat lanjut usia. Pendampingan medis untuk berbagai lembaga, organisasi, dan kegiatan atau acara kerap dilakukan. Pembinaan kesehatan menjadi agenda yang diperhatikan, pembuatan kurikulum kesehatan dan monitoring kesehatan ratusan anak jalanan, hingga pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi kader telah dilakukan. Pelatihan kesehatan pun telah dilakukan untuk ribuan orang dari berbagai kalangan di berbagai kegiatan, dengan beragam materi kesehatan. Memeriksa kesehatan ribuan orang, mulai dari kalangan siswa pendidikan anak usia dini (PAUD), pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat lansia juga telah dilakukan, dan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk ribuan murid PAUD hingga siswa SD menjadi agenda yang masih dilakukan hingga kini. Berada di jalan ini bagiku memberi kesempatan untuk bisa menciptakan senyum, menjawab harap, dan menghadirkan doa pada ribuan masyarakat di Indonesia.

Selalu ada kemudahan dibalik kesulitan, selalu ada kelapangan dibalik kesusahan, selalu ada ganjaran atas setiap kadar lelah yang dilakukan, selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian, dan selalu ada bahagia dibalik syukur dan sabar yang dihadirkan.

Dunia kedokteran, ibarat bersakit-sakit dahulu, sulit kemudian. Tapi sekali lagi yakinlah, bahwa ganjaranmu tergantung kadar lelahmu. Ada ganjaran dari setiap sakit dan sulit yang dilewati. Semakin tinggi resiko dan tingkat kesulitan nya, semakin banyak hikmah dan berkah yang kita peroleh di dalamnya. Ingatlah bahwa segala puncak prestasi harus teruji, begitupun menjadi ahli surga harus terbukti di dalam kesungguhan dan kesabaran menghadapi ujian hidup di Jalan Nya. Pahala Allah tidak pernah salah, bagaimanapun niat dan langkah untuk beramal Islami, selalu ada surga dibalik itu.

Selamat menjalankan sisa usia, menjemput keberkahan dalam setiap kesulitan yang dihadapi. Selamat menyehatkan bangsa dengan sehat seutuhnya, terciptanya kondisi fisik, mental, dan ruhani yang baik, yang mampu produktif secara ekonomi maupun sosial. Dan seperti yang dikatakan (alm) KH Rahmat Abdullah, teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.Teruslah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.

Benarkah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram?

“…Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar Ra’d, 13:28).

Sangat miris, ketika ayat diatas seolah normatif bagi kebanyakan kita, padahal itulah janji Allah. Ya sekali lagi memang nampak normatif ketika kita mencoba memberi solusi kepada diri maupun orang lain yang kita pedulikan atas kecemasan, kekhawatiran atau ketakutan akan masalah yang mereka hadapi dengan ayat tersebut.

Ingin rasanya aku tunjukkan fakta-fakta dari dunia medis maupun psikologis tentang kebenaran janji Allah pada ayat tersebut. Agar kemudian ini tak hanya menjadi wacana normatif saja.

Dalam sebuah pengkajian yang diterbitkan dalam International Journal of Psychiatry in Medicine, sebuah sumber ilmiah penting di dunia kedokteran, dilaporkan bahwa orang yang mengaku dirinya tidak berkeyakinan agama menjadi lebih sering sakit dan mempunyai masa hidup lebih pendek. Menurut hasil penelitian tersebut, mereka yang tidak beragama berpeluang dua kali lebih besar menderita penyakit usus-lambung daripada mereka yang beragama, dan tingkat kematian mereka akibat penyakit pernapasan 66% lebih tinggi daripada mereka yang beragama.

Menurut penelitian lain, yang dikemukakan oleh David B Larson dan timnya dari The American National Health Research Center [Pusat Penelitian Kesehatan Nasional Amerika], pembandingan antara orang Amerika yang taat dan yang tidak taat beragama telah menunjukkan hasil yang sangat mengejutkan. Sebagai contoh, dibandingkan mereka yang sedikit atau tidak memiliki keyakinan agama, orang yang taat beragama menderita penyakit jantung 60% lebih sedikit, tingkat bunuh diri 100% lebih rendah, menderita tekanan darah tinggi dengan tingkat yang jauh lebih rendah.

Penelitian yang mencakup banyak segi tentang hubungan antara keyakinan agama dan kesehatan jasmani yang dilakukan oleh Dr. Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard juga telah menghasilkan kesimpulan yang mencengangkan. Walaupun bukan seorang yang beragama, Dr. Benson telah menyimpulkan bahwa ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih banyak pengaruh baik pada kesehatan manusia daripada keimanan kepada apa pun yang lain. Benson menyatakan, dia telah menyimpulkan bahwa tidak ada keimanan yang dapat memberikan banyak kedamaian jiwa sebagaimana keimanan kepada Allah. Apa yang mendasari adanya hubungan antara keimanan dan jiwa raga manusia ini? Kesimpulan yang dicapai oleh sang peneliti sekuler Benson adalah, dalam kata-katanya sendiri, bahwa jasmani dan ruhani manusia telah dikendalikan untuk percaya kepada Allah.

Patrick Glynn juga mengungkapkan bahwa penelitian ilmiah di bidang psikologi selama lebih dari 24 tahun silam telah menunjukkan bahwa keyakinan agama adalah satu di antara sejumlah kaitan paling serasi dari keseluruhan kesehatan jiwa dan kebahagiaan.

Mungkin bahasan diatas nampak masih general dan superficial, seolah menunjukkan bahwa dengan beragama apapun, asalkan kita beragama kita akan memperoleh ketenangan. Aku ingin ambikan contoh seperti ini, seseorang akan bersih jika ia rutin berwudhu (bersuci dari hadas kecil), kendatipun ia bukan muslim benar? Demikian pula ia akan meraih kebaikan jika ia praktekkan perilaku-perilaku ibadah seperti berfikir, khusyuk dan merenung, karena ia mengoperasikan pusat-pusat yang mirip dengan pusat-pusat keimanan dalam otak yang bekerja untuk rileksasi dan terlepas dari perasaan-perasaan negatif seperti ketakutan, kegelisahan, dan stress. Saat itulah seseorang berpindah dari kondisi keterasingan dan kesendirian kepada kondisi rileks dan tenang, kendatipun ia tidak mendapatkan jatah akhirat (karena tidak beriman kepada Allah swt).

Perlu digaris bawahi disini yang pertama adalah bahwa mereka tidak mendapatkan jatah akhirat (karena tidak beriman kepada Allah swt) dan bahwa mereka melakukan perilaku-perilaku ibadah seperti berfikir, khusyuk dan merenung, untuk mengoperasikan pusat-pusat yang mirip dengan pusat-pusat keimanan dalam otak. Sekali lagi, mirip dengan pusat keimanan dalam otak. Kenapa aku berkata demikian, karena ada sebuah kesimpulan dari penelitian ilmiah yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2001 dari hasil penggunaan teknologi baru scanning terhadap otak yang dilakukan oleh sebuah tim ilmiah yang dipimpin DR. Andrew Newberg, professor Radiology pada Fakultas Kedokteran Universitas Philadelphia, USA ialah : kepercayaan kepada Allah adalah desain dasar (design in built) yang sudah ada dalam otak.

Sebab itu, iman kepada Allah dalam penelitian-penelitian ilmiah moderen bukanlah seperti filsafat dan khayalan masyarakat sebagaimana yang didengung-dengunkan oleh kalangan atheist (kaum darwinis evolutionist dan komunis) yang tidak ada sandaran ilmiahnya pada awal abad 20. Dugaan mereka telah nyata kegagalannya di mana mereka menduga bahwa manusialah yang menciptakan agama mereka sendiri, khususnya setelah ditemukannya fakta ilmiah di atas bahwa manusia telah Allah ciptakan beragama secara alami dan memberi mereka kekuatan/ kemampuan untuk mengenal dan beribadah kepada-Nya.

Sebenarnya telah diterbitkan beberapa studi ilmiah yang menjelaskan bagaimana iman kepada Allah merupakan fitrah yang tertanam dalam diri manusia dan mengoperasikan mekanismenya dengan ibadah adalah jalan menuju sehat dan bahagia. Di antaranya buku : Iman Kepada Allah Tertanam Dengan Kuat dalam Diri Kita, karya Dean H. Hamer, 2005, dan buku : Iman dan Kesehatan, karya Jeff Levin Ph.D, dan buku : Iman, Kesehatan dan Kesuksesan, karya Andrew Perriman.

Namun jika kita ingin telaah lebih mendalam lagi dan lebih spesifik, mengingat Allah dalam tatanan Islam bisa kita lihat dari dzikir. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa mengingat Allah dengan cara Islam ini terbukti mengembalikan produksi endorphin di dalam otak. Zat endorphin yaitu suatu zat yang memberikan efek menenangkan yang disebut endogegonius morphin. Kelenjar endorfina dan enkefalina yang dihasilkan oleh kelenjar pituitarin di otak ternyata mempunyai efek mirip dengan opiat (candu) yang memiliki fungsi menimbulkan kenikmatan (Pleasure principle), sehingga disebut opiate endogen. Oleh karena itulah dzikir atau mengingat Allah itu dapat menghasilkan ketenangan.

Selain itu, orang yang sering berdzikir mengingat Allah, tinggi pula gelombang alfa di otaknya. Ini yang membuat hidup menjadi lebih tenang, sekali pun badai kecemasan, ketakutan, dan kepanikan terus menerjang tanpa perlu minum obat atau minta bantuan dukun. Dengan demikian risiko terkena stroke, jantung koroner, sakit jiwa, dan kanker menjadi lebih kecil.

Menurut Dr. R. H. Su’dan M.D, S.K.M, penyimpangan seks seperti hiperseks, lesbian, homoseks, masochisme dan lain sebagainya juga dapat sembuh dengan dzikrulloh (mengingat Allah). Juga penyimpangan jiwa lainnya seperti psychopatia semacam kleptomania atau suka mencuri, penyakit jiwa karena stress atau ketegangan hidup yang berlebihan. Apalagi kalau hanya penyakit psikosomatik, mudah sekali ditanggulangi dengan dzikrulloh. Bahkan penyakit jiwa yang sebenarnya seperti psychosis pun dapat diselesaikan dengan dzikrulloh pula. Bahkan menurut Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater (Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Doktor di bidang NAZA), beliau mengatakan bahwa selain terapi medis, sholat, berdoa dan berdzikir dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus HIV/AIDS.

Hal ini tentunya yang memperkuat kajian-kajian sebelumnya, bahwa dengan mengingat Allah, berdzikir, mampu meningkatkan kualitas sehat, baik secara fisik maupun mental, membuka cakrawala perasaan ketinggian dan memberikan bantuan untuk terlepas dari berbagai kepediahan dan tekanan jiwa serta kesembuhan dari berbagai kegoncangan seperti kegelisahan, stress, depresi dengan berbagai efek fisik lainnya.

Ketika temuan ilmiah ini pun menjadi sebagian bukti dari kebenaran ayat Tuhan mu yang menciptakan, adakah kita masih menganggap “dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” itu sebuah solusi normatif? Yang jadi tantangan nya kini adalah, sekonsisten apa kita coba untuk mengaplikasikan hal ini dalam hidup keseharian??

Bosan! sungguh aku bosan, bahkan enggan sebenarnya untuk membahas satu topik yang sudah sangat ramai dibicarakan orang ini, tentang rokok. Melihat berbagai respon dari permasalahan ini, apakah dengan kita melarang merokok,edukasi bahaya rokok, menghujat para perokok, bahkan sampai demo dan kampanye anti rokok pun, toh perusahaan rokok dan jenis rokok sampai peredaran nya tetap menjamur, berkembang, dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau hingga saat ini tak pernah disahkan, lalu apa guna nya?

Skeptis memang. Namun sampai kapan? Sampai kapan karena kita bosan kemudian menjadi diam? Akan tetap diam saat kau tahu bahwa prevalensi remaja (15-19 tahun) perokok terus meningkat, lebih dari 2 kali lipat? Bahkan 20,3 persen pelajar SMP sudah merokok berdasarkan survey dari Global Youth Tobacco Survey. Miris, padahal merekalah yang sering kita gelari tunas masa depan bangsa. Atau coba kau lihat juga kondisi bangsa ini kawan, dari sekitar 240 juta jiwa penduduk di Indonesia, 65 juta merupakan pecandu rokok, dan yang membuat lebih prihatin adalah, dari data tersebut 500 ribu pecandu ternyata masih anak-anak.

Kemudian berbicara tentang perokok pasif, sekitar 92 persen para perokok merokok di rumah, sehingga menciptakan perokok pasif yakni 65 juta perempuan dan 43 juta anak-anak dalam usia 0-14 tahun. Setelah itu, ketika kita berbicara tentang kematian, kematian akibat rokok sudah mencapai angka 400 ribu.

Melihat angka-angka tadi mengingatkan ku pada seorang pasien yang sempat kukunjungi rumahnya ketika aku sedang bertugas di salah satu Puskesmas di Bandung. Seorang bayi tepatnya, yang kukunjungi karena mengalami gangguang pernafasan berat. Rumah keluarga tersebut sangat sederhana, sangat kecil dengan satu ruangan untuk melakukan berbagai aktifitas yang dihuni oleh 5 orang. Aku cukup dibuat kaget ketika mendengar penjelasan bahwa 3 dari 5 orang penghuni rumah tadi sering merokok di dalam rumah itu padahal ada seorang anak bayi disana. Bayangkan ruangan sekecil itu, dengan asap rokok yang menyesaki seisi ruangan. Prihatin, itu yang kurasakan. Setelah kuberikan obat dan disarankan untuk kontrol ke Puskesmas aku pamit dari rumah itu. Hari itu menjadi hari terakhirku mengunjungi rumah pasien tersebut, karena waktu bertugasku di puskesmas tersebut sudah habis dan harus kembali bertugas ke Rumah Sakit untuk kedepan nya. Seminggu kemudian, aku mendapat pesan masuk di handphone ku, dari ayah bayi tersebut. Tersentak, berita duka yang kudapat, bayi tersebut akhirnya meninggal karena penyakit pernafasan yang dideritanya. Sedih sekaligus miris memang.

Bisa kubilang rokok ibarat mesin pembunuh. Di dunia diperkirakan jumlah kematian itu dapat meningkat menjadi 5,4 juta kematian per tahun atau 1 kematian tiap 6,5 detik. Lebih banyak jika dibandingkan jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas aku pikir.

Lebih dari 80 persen perokok ada di negara sedang berkembang seperti Indonesia memang. Namun tetap bagiku ini tak dapat terus dibiarkan. Penyumbang rokok terbesar adalah dari Asia, dan tertinggi adalah di Indonesia. Apakah ini menjadi kebanggaan? Prevalensi perokok di Indonesia masih cukup besar, sekitar 34,7 persen. Dan sungguh memprihatinkan, perlu juga untuk kau tahu kawan, bahwa 70 persen dari perokok aktif ini adalah orang miskin dan 71 persen keluarga di Indonesia memiliki pengeluaran untuk rokok.

Entah, sampai saat ini aku heran, apa menariknya barang satu ini yang kita kenal dengan sebutan rokok. Padahal waktu engkau menghisap rokok, sejatinya kau menghisap sekitar 4000 bahan kimia termasuk beberapa racun yang kita kenal seperti penghapus cat (acetone, napthylamine), bahan bakar roket (methanol, pyrene, dimethylnitrosamine), kapur barus (naphthalene), accu mobil (cadmium), gas beracun yang keluar dari knalpot (carbon monoxide, benzopyrene), bahan plastic PVC (vynil chloride), racun yang digunakan untuk hukuman mati (hydrogen cyanide, toluidine), pembersih lantai (ammonia, urethane), pelarut industri (toluene), racun semut putih (arsenic, dibenzacridine, phenol), bahan bakar korek api (butane, polonium-210), hingga racun yang paling berbahaya nikotin, TAR, dan karbon monoksida. Luar biasa bukan kandungan nya? Apakah yang menghisapnya juga berhak kita bilang luar biasa?

Aku yakin benar, jika bicara tentang dampak kesehatan yang ditimbulkan setiap kita pasti tahu, toh di bungkus rokok, iklan televisi maupun reklame-reklame tentang rokok selalu dicantumkan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, stroke, gangguan pernafasan, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Kurang lengkap sebenarnya, bagiku masih banyak yang bisa ditambahkan, namun jika aku paparkan disini beserta alasan mengapa penyakit itu muncul, bisa jadi tulisanku ini menjadi makalah kedokteran.

Banyak mitos yang sering dijadikan pembenaran, alasan yang membuat banyak perokok hingga kini bertahan. Katanya merokok menenangkan pikiran dan meningkatkan daya konsentrasi? Asal kau tahu kawan, perokok pemula itu merasa mual, pusing, batuk dan mulut tak enak. Jika kau tak percaya silahkan tanyakan, asal jangan kau praktikkan. Pengaruh nikotin yang akhirnya membuat kecanduan. Jika sudah kecanduan, pecandu rokok jadi gelisah, berkeringat dingin, dan sakit perut bila tidak merokok. Saat menghisap rokok dan nikotin menyentuh otaknya lagi, pecandu baru akan merasa tenang dan bisa berkonsentrasi lagi, itu faktanya.

Katanya juga, polusi udara oleh asap mobil lebih berbahaya dari asap rokok? Begini kawan, cobalah berpikir, bahwa asap knalpot mobil itu menyebar di udara terbuka, sementara asap rokok sepenuhnya masuk ke paru-paru perokok dan orang di dekatnya. Ada 4000 bahan kimia di asap rokok, 69 diantaranya karsinogenik, sedangkan zat racun seperti nikotin, arsen, dan ammonia tak ada di asap mobil.

Banyak juga pernyataan pintar yang dilontarkan, seolah rokok memberikan sumbangsih untuk bangsa. Benarkah industri rokok telah berjasa terhadap pendapatan negara melalui cukai rokok? Jangan sampai salah kawan, yang membayar cukai rokok adalah konsumen atau perokok, bukan industri rokok. Lalu benarkah katanya industri rokok memberikan sumbangan besar pada penerimaan pemerintah? Kenyataan nya, hanya sekitar 40 triliun hingga Rp 50 triliun yang dihasilakan, atau hanya 7-10 persen dari APBN saja, jauh dibawah penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan maupun Pajak Penghasilan.

Kemudian jika konsumsi rokok dikendalikan pemerintah dengan menaikkan cukai nya, bukankah itu akan mengurangi pendapatan negara dari cukai rokok itu sendiri? Sadarilah kawan, bila cukai dinaikkan, penerimaan pun justru akan naik karena rokok itu produk in-elastis dan adiktif, akan terus dibeli bila harganya terjangkau. Bila harganya tinggi, pendapatan cukai naik dan penduduk miskin mengurangi konsumsi. Jika cukai rokok naik 10 % saja, volume penjualan akan berkurang 0,9-3%, dan penerimaan cukai akan bertambah sekitar 29-59 triliun. Berkurangnya konsumsi rokok pun tentunya akan mengurangi pengeluaran negara dan rakyat untuk mengobati penyakit akibat rokok. Pada tahun 2005 kita bisa melihat bahwa penerimaan negara dari cukai sebesar 32,6 triliun, sementara pengeluaran akibat penyakitnya sebesar 167 triliun.

Lalu apakah benar pengendalian tembakau akan menghilangkan kerja di pertanian tembakau dan industri rokok juga akan mematikan petani tembakau? Setahuku peringkat industri dan pertanian tembakau tahun 2003 diantara 66 sektor hanya menempati peringkat 30-an. Bila kebutuhan industri rokok akan tembakau berkurang, yang terkena dampaknya adalah importir tembakau. Indonesia mengimpor tembakau dari banyak negara seperti Amerika, China dan Singapura. Data Ditjen Pertanian 2005 menunjukkan bahwa nilai impor tembakau lebih besar dari nilai ekspornya, negara merugi sekitar 35 juta dolar pertahun nya.

Pertanyaan yang seolah konyol pun terkadang muncul, bukankah dengan menaikkan harga rokok akan membebani penduduk miskin? Justru perilaku merokolah yang membuat orang miskin terperangkap dalam kemiskinan. Peningkatan harga rokok akan mengalihkan uangnya untuk membeli hal lain yang lebih berguna bagi anak dan keluarganya. Jika mau dipetakan, kebutuhan masyarakat Indonesia adalah 72 persen kebutuhan pokok atau beras; 11,5 persen rokok; 11 persen ikan, daging, susu, dan sejenisnya; pendidikan 3,2 persen; dan kesehatan 2,3 persen. Artinya, ikan, daging, susu, pendidikan, dan kesehatan masih kalah penting daripada rokok.

Agama yang kemudian dijadikan benteng terakhir. Ditengah masyarakat kita telah tersebar dan terbentuk opini bahwa hukum rokok adalah makruh. Keyakinan ini membuat para perokok seakan mendapat jastifikasi dari agama bahwa merokok diperbolehkan oleh islam, bukan haram. Tapi cobalah tengok dan kembali telaah sebagian negara yang para ulamanya telah memberi fatwa dengan terang-terangan bahwa rokok adalah haram, seperti di Malaysia, Brunei, dan kebanyakan negara Timur Tengah. Walaupun memang, di negara-negara tersebut juga masih banyak dijumpai para perokok.

Secara tekstual di Qur’an memang tak ada ayat yang menyatakan hukum tentang merokok, akan tetapi, kita harus tahu bahwa tidak semuanya disebutkan satu per satu namanya di dalam Al-Qur’an. Allah adakalanya menyebutkan sesuatu dengan namanya namun adakalanya hanya menyebutkan sesuatu dengan sifatnya. Adapun rokok maka termasuk yang disebut oleh Allah dengan sifatnya. Andaikan semuanya yang halal dan haram harus disebut namanya, maka berapa jilid kah diperlukan untuk menyebutkannnya? Ini lah hikmah Al-Qur’an, sehingga kitab Al-Qur’an tetap simpel dan tipis tetapi mencakup seluruh problematika manusia. Dengan ukuran yang kecil dan tipis ini maka Al-Qur’an mudah untuk dipelajari.
Bagiku, rokok adalah sesuatu yang buruk dan sama sekali bukanlah sesuatu yang baik. Dan setahuku agama Islam mengharamkan segala yang buruk. Seperti firman Allah swt:

“…Dan (Rosul) itu menghalalkan yang baik-baik dan mengharamkan segala yang buruk …”.
(QS. Al-A’rof : 157).

Siapa pun yang berakal dan mau jujur, jika ditanyakan apakah rokok termasuk sesuatu yang baik atau tidak, pasti mereka menjawab: “Tidak, bahkan rokok adalah sesuatu yang buruk.” Buruknya rokok juga bisa dilihat dari adanya larangan merokok di sana-sini, seperti di tempat umum, gedung-gedung pertemuan, masjid-masjid, sekolahan apalagi di tempat-tempat yang harus terbebas dari sesuatu yang mengganggu seperti rumah sakit. Atau cobalah kita lihat, dari sekian banyak perokok yang ada, nampaknya tidak satu pun dari perokok yang mengajari anak-anaknya agar pandai merokok seperti dirinya, bahkan mungkin melarang anaknya untuk merokok karena tahu dampak buruk yang mungkin bisa ditimbulkannya. Bahkan keburukan rokok terbukti dengan pernyataan pabrik rokok sendiri yang menyatatakan dalam iklan maupun bungkus rokoknya dengan tulisan “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin”. Lalu apakah para perokok menutup mata atau pura-pura buta dengan membeli sesuatu yang jelas-jelas disepakati tentang bahayanya? Lucu bukan? Menurutku manfaat rokok hanyalah klaim dan pembelaan dari perokok belaka tanpa ditunjang dalil dan bukti.

Dalam kaidah fiqih disebutkan ”Mencegah kerusakan/bahaya lebih didahulukan daripada mengambil manfaat”. Maka seharusnya kita mendahulukan mecegah diri kita dari bahaya rokok dengan tidak merokok dari pada mengambil manfaat menkonsumsi rokok yang hanya isapan jempol belaka. Agama Islam pun melarang melakukan perbuatan yang membahayakan diri dan orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.”
(HR. Baihaqi dan al-Hakim dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Adakah yang masih yakin bahwa rokok tidak membahayakan diri dan orang lain? Bukankah asap rokok pun juga membahayakan para perokok pasif?

Allah pun melarang pemborosan dan menyia-nyiakan harta, sebagaimana firman-Nya:

”… Dan janganlah kalian menghamburkan hartumu dengan boros, karena pemboros itu adalah saudaranya setan…” (AS. Al-Isro’: 26-27).

Orang yang merokok menurutku menghamburkan hartanya dengan sia-sia bahkan mereka rela membeli rokok padahal ada kebutuhan yang lebih penting dan bermanfaat. Di Indonesia, pengeluaran untuk rokok pada rumah tangga termiskin 5 kali lebih besar dari pengeluaran untuk telur & susu, serta 11 kali untuk daging.

"Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeming pada hari kiamat nanti sebelum ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang tubuhnya tubuhnya untuk apa dia gunakan, tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan kemana ia membelanjakannya, serta tentang ilmunya untuk apa dia gunakan.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).

Apa jawaban seorang perokok bila ditanya di Hari Kiamat nanti tentang umurnya yang dihabiskan untuk menghisap rokok, ilmunya yang ia mengetahui rokok itu tidak baik, akan tetapi masih terus menerus menghisapnya, hartanya yang dia hamburkan untuk sesuatu yang tidak berguna dan tubuhnya yang ia telah persembahkan kepada bahaya dan penyakit?

Mungkin akan ada yang berkata bahwa bukankah merokok sudah menjadi kebiasaan sebagian besar manusia? Sadari benar bahwa kebiasaan yang berjalan ditengah masyarakat bukan dalil untuk membolehkan kebiasaan tersebut, karena banyak sekali hal-hal yang haram telah menjadi kebiasaan yang berjalan di tengah masyarakat, seperti tersebarnya riba, minuman keras, zina, kebiasaan mempertontonkan aurat, menggunjing sesama muslim dan lain sebagainya. Apakah ini juga akan kita diamkan?

Untuk sebagian orang, mungkin ada yang mengatakan bahwa dirinya sudah bertahun-tahun bergaul dengan rokok sehingga tidak mungkin dapat dipisahkan antara dirinya dengan rokok yang telah menjadi teman setia dalam hidupnya. Tapi sadarkah kita bahwa ini semua dapat dilakukan jika pelakunya mempunyai niatan ikhlas karena Allah swt? Buktinya ketika berpuasa di siang hari mereka mampu meninggalkan rokok bukan? Oleh karena itu, tinggalkan rokok hanya karena Allah bukan karena yang lain.

Terkadang muncul juga pernyataan konyol, bahwa katanya rokok adalah simbol kejantanan sejati, menurut mereka laki-laki tidak lengkap kalau tidak menghisap rokok. Sungguh sangat keliru menurutku, yang pertama, apakah benar orang yang melanggar larangan Allah adalah orang yang jantan? Selanjutnya, dari segi kedokteran bukankah jelas peringatan bahwa merokok bisa menimbulkan impotensi, disfungsi ereksi, infertilitas pria? Masih cocok kah dibilang jantan?

Terkadang juga muncul pernyataan dengan sikap fanatiknya: ”Guru dan kyai saya juga merokok, bahkan dokter juga ada yang merokok.” Kalau sudah jelas dalil bahwa rokok itu tidak baik dan sudah banyak kenyataan bahwa rokok berbahaya, maka wajib bagi kita mengikuti dalil, bukan mengikuti manusia walaupun dia adalah seorang guru, kyai, maupun dokter karena semua manusia pasti pernah dan bisa bersalah dan keliru karena mereka tidak ma’shum (terjaga dari kesalahan) bukan??

Ada juga yang dengan yakin nya berkata, “mereka yang merokok toh bisa berumur panjang dan sehat tidak merasakan bahaya merokok??” Ya kalaupun rokok memang belum membahayakan jiwa mereka, bagiku setidaknya rokok telah membahayakan harta mereka, akhlak mereka, agama dan masyarakat mereka. Jika engkau yakin dengan pernyataan tadi, aku ingin balik bertanya, apakah kau rela bila anak-anak mu merokok? Kan umur ditangan Allah dan toh ada juga perokok yang umurnya panjang??

Pil pahit yang harus ditelan kita sebagai umat Islam jika kita membiarkan fenomena rokok ini terus berkembang. Perlu kita tahu bahwa jumlah total penduduk dunia berkisar sekitar 6.5 Milyar, total Muslim dunia sekitar 1.3 Milyar, dan total perokok di dunia sekitar 1.15 Milyar. Dan tahukah kita bahwa total Muslim yang merokok tidak kurang dari 400 juta orang dan 140 juta orang adalah kaum Muslimin di Indonesia? Dan perlu kita ketahui bersama juga, bahwa produser rokok terbesar di dunia adalah Phillip Morris. Donasi Phillip Morris kepada Israel adalah 12% dari profit yang mereka raih. Jika saja kaum Muslimin yang merokok menghabiskan satu bungkus/hari, berarti mereka membakar 400 juta bungkus rokok/hari. Jika saja harga rokok rata-rata $ 1.00/bungkus, berarti konsumsi mereka untuk rokok $ 400 juta/hari. Jika 50% kaum Muslimin yang merokok itu membeli produk Philip Morris, berarti mereka menghisap 200 juta bungkus rokok produk Philip Morris/hari. Sehingga total dana kaum Muslim yang masuk ke Morris sekitar $200 juta/hari. Dengan rata-rata keuntungan rokok produk Philip Morris : 10% /bungkus, berarti profit Philip Morris dari belanja rokok kaum Muslimin $ 20 juta/hari. Dengan demikian, kamu Muslim yang merokok menyumbang ke Israel $ 2.4 juta/hari dan $ 28.8 juta/tahun atau $ 288 juta/10 tahun. Sungguh kenyataan yang sangat pahit.

Bayangkan, mereka membakar uang sebanyak $ 400 juta/hari, sambil merusak diri sendiri (kesehatan sendiri) serta menyumbang pula ke Israel. Padahal menurut para Mujahidin Palestina, untuk memerdekakan Palestina dan Masjid Aqsha dari penjajahan bangsa yahudi diperlukan dana $ 500 juta/tahun. Sedangkan mereka menghabiskan untuk belanja rokok saja $ 400 juta/hari, atau sekitar $ 4.8 Milyar / tahun? Apakah ini perbuatan yang bisa diterima akal sehat? Apakah perbuatan ini tidak akan memancing murka Allah?

Lebih baik dana yang dihabiskan untuk merokok ini digunakan kepada hal-hal yang bermanfaat lainnya; di antaranya tabungan untuk menunaikan ibadah haji misalnya. Jika kita menabung setiap hari senilai satu bungkus rokok, atau sekitar Rp 10.000 maka uang akan terkumpul sebanyak Rp 300.000/bulan, atau sekitar Rp 3.6 juta pertahun. Dalam sepuluh tahun mungkin akan mampu menunaikan ibadah Haji. Jika berhenti merokok selam 30 tahun, berarti mampu berangkat haji dan dengan dua orang anggota keluarga yang lain.

Janganlah dengan sengaja setiap hari nya membakar sebagian rezeki yang Allah berikan itu dan digunakan untuk merusak diri sendiri, dan orang-orang lain di sekitar kita. Lebih miris lagi, secara tidak sadar menyumbang kepada Israel yang sedang mencaplok dan setiap hari membunuh saudara-saudara kitadi Palestina.

Bagaimanapun juga, sebosan apapun kita, permasalahan seperti ini tetap harus jadi salah satu aspek yang kita perjuangkan. Komplikasi dari permasalahan ini akan terus bertambah jika pemerintah tidak segera membuat kebijakan tegas untuk mengatur peredaran rokok di Indonesia. Di UU Kesehatan, pasal 113 sebenarnya telah diatur mengenai pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif dan pasal 114 tentang peringatan kesehatan dan pasal 115 mengenai kawasan tanpa rokok. Namun peraturan pemerintah pendukungnya yaitu RPP Pengendalian Dampak Produk Tembakau yang telah dibahas sejak munculnya UU tersebut hingga kini belum juga disahkan oleh Presiden.

Tanpa harus menunggu itu, hal yang bisa dilakukan oleh setiap kita secara individu dalam mengurangi dampak dari berbagai permasalahan tersebut adalah mencoba berhenti merokok bagi yang merokok, dan bantu orang lain untuk bisa berhenti merokok, apakah dengan tulisan seperti yang aku lakukan sekarang, dengan ajakan, atau selemah-lemahnya dengan doa.

Untuk engkau yang mulai berfikir untuk berhenti merokok, lakukanlah dan sungguh-sungguh dalam bertahan. Caranya bisa kau langsung berhenti seketika, menunda atau mengurangi jumlah rokok yang kau hisap hingga akhirnya bisa berhenti sama sekali. Secara medis, kelak ketika kau mulai berhenti merokok, akan ada beberapa hal yang mungkin terjadi, seperti batuk, karena hal ini menandakan mekanisme pembersihan saluran pernafasan berfungsi kembali, sakit kepala yang terjadi karena tekanan darah kembali normal, mudah marah atau tersinggung, sampai mungkin sulit berkonsentrasi.

Tapi sadari benar banyak keuntungan yang bisa kau peloreh setelahnya. 6 jam pertama sesudah berhenti merokok, denyut nadi dan tekanan darah kembali normal. 12 jam setelah berhenti merokok, karbon monoksida meninggalkan sistem peredaran darah dan pernafasan. 1 hari setelah berhenti merokok, tekanan darah lebih rendah dan kegiatan jantung jauh lebih kuat. 1 tahun setelah berhenti merokok, resiko serangan jantung menurun sampai setengah dibandingkan dengan perokok aktif. 5 tahun setelah berhenti merokok, resiko stroke menurun sampai tingkat bukan perokok. 10 tahun setelah berhenti merokok, resiko kanker paru menurun sampai setengah dibandingkan dengan perokok aktif. Dan 15 tahun setelah berhenti merokok, resiko serangan jantung menurun sampai tingkat bukan perokok jika berhenti sebelum timbul penyakit.

Lalu, tunggu apalagi? Kau bisa berkontribusi untuk bangsa, salah satunya dengan cara ini kawan!

#make every day world no tobacco day

Dani Ferdian
Sebatas kajian pribadi singkat, Kamis malam, 31 mei 2012.
Semoga bisa menjadi jejak, dari usia yang ingin punya arti.

Mengingat Istiqamah dari IGD Bedah

Siapa yang akan menyangka, ibu berusia 50 tahunan ini tertabrak mobil saat akan menyebrang jalan, dan terseret dikolong mobil itu sampai sejauh 5 meter. Hilang kesadaran, cedera kepala berat, multiple fracture, dan spinal cord injury. Mungkin memang masih bisa diselamatkan, namun komplikasi lumpuh bisa jadi ancaman akibat cedera pada tulang belakang nya ini.

Juga siapa yang akan mengira, seorang bapak selepas mencari kayu bakar ini juga terhantam truk saat menyebrang jalan. Hilang kesadaran, cedera kepala berat, dan patah tulang panggul. Patah tulang panggul ini bisa mengakibatkan pendarahan dalam, kehilangan sekitar 2 sampai 3 liter darah dari total 5 liter darah yang mengalir di tubuhnya.

Seorang bapak usia 40 tahunan ini juga tak akan mengira, di siang bolong kepalanya dihantam batu oleh orang tak dikenal. Luka di kepala jelas jadi keluhan, lebih dari itu, multiple open fracture depressed pada tulang tengkorak nya menjadikan nya harus masuk ruang operasi untuk dilakukan pembedahan dan perbaikan pada tulang tengkorak nya.

Satu keluarga lain pun tak pernah mengira akan musibah yang di deritanya. Rumah nya yang beratap bambu ini habis terbakar akibat terjatuhnya lilin disaat terjadinya pemadaman listrik pada malam hari. Sayangnya tak hanya rumah yang terbakar, penghuni rumah pun ikut terbakar. Seorang ibu dan seorang anak yang coba ia selamatkan mengalami luka bakar hebat. Lebih dari 50 % tubuhnya habis terbakar, mulai dari kepala, muka, badan hingga tangan dan kaki mereka.

Seorang pekerja pun tak pernah mengira akan kecelakaan kerja yang ia alami. Jari manis nya tertimpa tabung oksigen besar saat ia hendak memindahkan tabung oksigen tersebut bersama rekan nya. Alhasil, jari manis tersebut remuk, habis. Ia harus kehilangan jari manis nya.

Seorang bapak 30 tahunan ini pun tak pernah mengira akan sebuah kejadian di malam itu, ketika ia membawa sepeda motor, melaju dengan kecepatan rendah saat melewati perlintasan kereta api. Disana, tiba-tiba seorang tak dikenal menghampiri, mengalungkan pisau pada lehernya, lalu menusuk bapak tersebut di beberapa bagian tubuhnya.

Atau seorang remaja yang juga tak pernah mengira bahwa ia akan terjatuh dari sepeda motor nya. Pengalaman nya bertahun-tahun membawa sepeda motor tak jadi jaminan bahwa ia tak akan pernah jatuh. Sekali nya jatuh, mengakibatkan kondisi parah pada remaja itu. Cedera kepala sedang, patah tulang hidung, dan robek nya bibir bagian atas, juga hidung nya. Bahkan kulit hidung nya sudah terlepas entah kemana saat ia terjatuh, ditambah lagi luka-luka di sekujur tubuh nya.

Itu hanya sekelumit kecil cerita dari pasien-pasien yang aku hadapi saat sedang dinas jaga di instalasi gawat darurat bedah sebuah rumah sakit. Banyak kejadian yang kita semua tak pernah mengira atau bahkan sekedar menduga sebelumnya, tentang musibah, ujian, yang bisa kapan saja dan menimpa siapa saja pada setiap makhluk Nya yang hidup di muka bumi ini.

Terkadang sesuatu yang berharga baru kita sadari setelah kita kehilangan, tentang kesehatan, kesadaran, penglihatan, badan, tangan, kaki, hidung, jari tangan, atau bahkan rasa yang kita miliki. Beryukur, jangan sampai kita lalai dan baru tersadar bahwa begitu banyak nikmat yang Allah berikan setelah kita kehilangan. Gunakan apa yang Ia berikan untuk kebaikan.

Allah dengan mudah mencabut sebagimana Ia begitu mudah memberi. Semua yang terjadi di setiap putaran hidup adalah kehendak Nya. Maka bersyukurlah, niscaya Allah tambahkan nikmat bagi setiap kita.

“Barangiapa mensyukuri nikmat-Ku, maka akan Ku tambahkan nikmat baginya. Dan barangsiapa kufur terhadap nikmatKu, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih.” (Q.S. Ibrahim : 7)

Rahasia Allah bukan saja bicara tentang jodoh seperti yang ramai dibicarakan orang. Rahasia Allah juga tentang nikmat, musibah, berbagai ujian, hingga kematian. Semua kejadian adalah rahasia Nya, semua ada pada kehendak Nya. Tentang waktu, tak ada satupun yang tahu, bahkan mampu memprediksikan nya. Disinilah hakikatnya setiap kita harus totalitas dalam berjuang, harus menghadirkan syukur dan sabar dalam setiap kejadian, dan istiqamah jadi satu hal yang senantiasa membersamai keduanya.

Berbicara tentang musibah dan kematian, sudah siapkah setiap kita menghadapi nya sebagimana kita menghadapi nikmat yang Allah berikan? Apa yang terjadi jika cuplikan kisah diawal terjadi pada diri kita, ataupun keluarga kita, terlebih jika kisahnya berujung pada kematian??

Setiap kita pasti pernah melakukan kemaksiatan dan kesalahan, padahal kita tidak tahu kapankah nyawa kita dicabut. Tidak ada yang pernah tahu, sampai dibatas usia mana kita hidup.

Allah swt berfirman: “ Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Luqman: 34)

Oleh karena itu hendaklah kita berhati-hati jangan sampai nyawa kita dicabut saat kita sedang berlumur keburukan. Hendaklah kita segera bertaubat memohon ampunan kepada Allah swt, mengganti segala kemaksiatan ini dengan ibadah-ibadah yang diperintahkan oleh Allah, hingga kita meraih satu kemenangan husnul khatimah (akhir yang baik).

Ada harga yang harus dibayar untuk setiap pencapaian, begitupun untuk meraih kemenangan husnul khatimah, harus istiqamah dalam kebaikan. Istiqamah, pelaksanaan nya memang tak semudah ketika kita ucapkan. Namun, begitulah fitrah nya. Sebagaimana segala puncak prestasi harus teruji, begitupun menjadi ahli surga harus terbukti di dalam keistiqamahan hidup dalam menjalankan kebaikan. Sulit memang,namun ada beberapa hal yang menjadikan setiap kita mampu mempertahankan keistiqamahan dalam hidup, bahkan mampu meningkatkan kualitasnya.

Merasa diri selalu diawasi

Hadirkan perasaan akan kontrol ilahiah dan kedekatan diri kepada Allah. Hal ini diimplementasikan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (al-Hadiid (57) : 4)

Rasulullah saw. bersabda-ketika ditanya tentang ihsan, “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (HR al-Bukhari)

Memiliki janji atau komitmen

Sadari benar dan hadirkan tekad dalam diri bahwa setiap kita memiliki komitmen dan janji untuk senantiasa berbenah, memperbaiki diri. Memiliki janji dengan manusia saja harus ditepati, bagaimana ketika kita berjanji dengan Tuhan kita bukan??

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (an-Nahl (16) : 91)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (al-Anfaal (8) : 27)

Evaluasi diri

Evaluasi diri, baik sebelum maupun sesudah melakukan perbuatan perlu dilakukan. Evaluasi diri menjadi salah satu jalan agar hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (al-Hasyr (59) : 18)

“Orang yang cerdas (kuat) adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk hari kematiannya. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengekor pada hawa nafsu dan berangan-angan pada Allah.” (HR. Ahmad)

Umar bin Khattab ra berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang ….”

Mari kita biasakan, menyediakan waktu setiap harinya, beberapa menit sebelum tidur, untuk mengevaluasi diri. Merefleksikan diri atas apa yang diperbuat seharian, memohon ampun atas mudharat yang dilakukan dari setiap perbuatan kita, dan mendoakan orang-orang yang mungkin hati nya tersakiti karena tingkah laku kita.

Memberi sanksi atas kelalaian

Menghadirkan efek jera dari setiap kelalaian yang kita perbuat. Belajar dari para sahabat Rasul, aku pernah mendengar sebuah riwayat bahwa Umar bin Khathab ra pergi ke kebunnya. Ketika ia pulang, maka didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan Shalat Ashar. Maka beliau berkata, “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar! Kini, aku menjadikan kebunku sedekah untuk orang-orang miskin”. Juga cerita tentang Abu Thalhah. Ketika Abu Thalhah sedang shalat, di depannya lewat seekor burung, lalu beliau pun melihatnya dan lalai dari shalatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau shalat. Karena kejadian tersebut, beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang-orang miskin, sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak khusyuannya.

Kadar kelalaian kita tentunya berbeda dengan para sahabat Rasul, begitupun kadar kemampuan kita dalam memberikan iqab (sanksi) terhadap kelalaian kita tersebut. Saat kita memberikan sanksi terhadap diri tentulah harus sesuai kapasitas nya masing-masing, dan sanksi yang diberikan pun tentunya bukan yang mendzalimi diri dan ada manfaat nya baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Totalitas

Totalitas, sungguh-sungguh, optimalisasi dalam beribadah dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan adalah keharusan. Totalitas, suatu keikhlasan yang mendalam akan seni peran yang sedang dan harus dijalani, keterlibatan yang penuh, hati yang tanpa batas untuk menyelesaikannya, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan prasyarat apapun. Totalitas, pengabdian akan karya, bukan permintaan atas sesuatu hasil atau upah.

Totalitas membidani lahirnya konsistensi,tidak bersifat temporer, melainkan konsisten akan tujuan yang kita miliki, menjaga semangat, dan niat baik agar senantiasa konstan. Totalitas juga berbuah fokus, harus berpusat pada satu tujuan. konsekuensi lain dari totalitas ialah pengorbanan, kesadaran bahwa beberapa hal yang tidak lebih penting dan atau menjadi penghambat dari tujuan utama yang ingin dicapai haruslah dikorbankan. Skala prioritas menjadi sebuah tolak ukur yang sangat penting, karena seringkali terjadi pertentangan antara kebutuhan dan keinginan. Berbicara totalitas juga bicara tentang harmonisasi, harmonisasi dengan orang-orang di sekitar kita, karena sering kali totalitas kita akan suatu hal menjauhkan kita dengan beberapa orang di sekitar kita, atau tak jarang pula keputusan untuk memiliki totalitas dalam kehidupan mengakibatkan pertentangan dengan orang-orang.

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu" (Q.S. Al Baqarah ayat 208)

Kaffah mempunyai arti keseluruhan atau totalitas. Islam adalah nafas setiap perbuatan dan kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu, ayat di atas memiliki maksud: dalam setiap perbuatan, lakukanlah secara totalitas.

”Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang dari kamu jika mengerjakan sesuatu dikerjakan dengan itqan (sungguh-sungguh).” (HR. Ath-Thabrani, Al-Haitsami dan As-Suyuthi).

Menjadikan diri ini istiqamah dalam kebaikan, tentunya harus diwarnai dengan kesungguhan, optimalisasi, totalitas.

Istiqamah, adalah kata kunci meraih kemenangan. Selama setiap kita istiqamah dalam kebaikan, ketika kelak Allah tutup usia kita di episode waktu manapun, kita akan meninggal dengan akhir yang baik (husnul khatimah). Namun, saat kita thughyan (menyimpangan atau melampaui batas), lawan dari istiqamah, saat Allah tutup usia kita disaat iman kita sedang kumuh, atau sedang berlaku maksiat, maka suul khatimah (akhir yang buruk) yang akan kita dapati.

Semoga Allah SWT menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang senantiasa istiqamah, menjadi model-model muslim ideal yang dijanjikan surga-Nya kelak. Amin.

Dua Tiga Kontemplasi

Simbol kemenangan sang juara

Dua puluh tiga tahun plus sembilan bulan silam. Satu diantara kurang lebih dua ratus juta yang Allah takdirkan tuk diciptakan. Bertualang, sungguh-sungguh bertahan, untuk mencapai tujuan.Ingin sedikit aku ceritakan tentang perjalanan, bagaimana sebelum menjadi aku yang sekarang. Ini tentang proses pembuahan, proses awal manusia diciptakan, juga tentang kesungguhan, dan kemampuan bertahan untuk mencapai tujuan.

Begitu ditakdirkan untuk diciptakan, perjuangan dikobarkan. Mencari aliran lendir alami untuk membawa ke mulut rahim, kemudian berenang di dalam rahim sampai ke muara saluran telur. Dari sekitar 200 juta tak semua bertahan, hanya yang kuat yang masih mampu bertahan. Untuk sisa yang bertahan, mengambil keputusan menjadi tantangan. Umumnya hanya sebutir telur yang dihasilkan, tidak tentu saluran mana yang berisi telur matang itu. Maka soal saluran kiri atau kanan yang harus kuambil merupakan keputusan yang menentukan. Memilih saluran yang salah berarti menyia-nyiakan perjalanan. Energi yang kita miliki hanya cukup untuk menjelajah satu saluran.

Bersyukur aku berada pada pilihan yang benar. Kuat dan juga tepat mengambil keputusan yang membuat ku bertahan. Perjuangan belum padam, kini saatnya aku bersama sisa yang bertahan berenang melawan arus, karena sel-sel pada dinding saluran pelan-pelan mendorong telur menuju ke rahim. Dalam situasi ini, ada yang menjadi bingung dan mulai berenang berputar-putar tanpa tujuan. Bersyukur aku masih diprogram dengan baik sehingga tahu arah dan tujuan.

Akhirnya, aku dan kurang lebih 300 sisa yang bertahan dari 200 juta yang memperoleh takdir diciptakan berjumpa dengan telur yang sedang dalam perjalanan, hampir sampai ke garis finish. Sebesar apapun kegembiraan yang kita rasakan, kita masih harus menembus dinding telur. Aku dan kawan-kawan yang berkumpul di sekitar telur mulai membentur-benturkan diri ke kulit luar sel telur. Akhirnya, hanya SATU di antara 300 yang berhasil menembus dinding akan diterima untuk membuahi telur. Dan bersyukur, aku menjadi satu yang Allah takdirkan itu. :')

Menjadi yang terpilih adalah bukti kesungguhan, bukti kekuatan untuk bertahan, sampai akhirnya bisa mencapai tujuan. Ini bukan sekedar romantisme di tingkat sel, melainkan sebuah pemantik diri agar punya keistiqamahan dalam berjuang. Kembali pada fitrah seperti proses awal penciptaan, bahwa hidup sejatinya adalah totalitas dalam perjuangan, senantiasa berusaha menjadi yang terbaik dalam bertahan mencapai tujuan.

Buah cinta dan kasih sayang

Ketika dua insan berpadu menjadi satu. Ketika cinta menjadi pemersatu, dan kasih sayang menjadi yang membersamai.Hadirku menjadi buah cinta dan kasih sayang yang bersatu padu, dari dua insan yang menyatu.Menjadi katalisator cinta dan kasih sayang, juga melengkapi kebahagiaan, begitu lahirku.

Aku harap rasa ini masih membersamai dengan hadirku saat ini. Karena hadirku tak akan terlepas dari dua insan yang bersatu itu, Ibu dan Bapak. Bagaimanapun keadaanku, aku adalah bagian dari diri keduanya. Aku adalah buah cinta dan kasih sayang keduanya. Rahim ibu adalah tempat buaianku yang pertama di dunia ini. Air susunya menjadi sumber makanan yang menumbuhkan jasad. Kasih sayang ibu adalah ketenangan yang selalu aku rindukan. Kerelaan ibu untuk berjaga membuat nyenyak tidurku. Timangan Bapak dirasakan sebagai kekokohan. Perasan keringatnya memberikan rasa kenyang dan hangat bagi diri. Didikan nya, menghadirkan kekuatan hingga kini. Doa-doa yang mereka panjatkan menjadi sebab segala kebaikan yang didapatiku. Tak terhingga dengan hitungan jemari untuk merunut kembali segala kebaikan yang mereka curahkan untuk ku.

Izin dan kasih sayang mereka tak kan pernah putus untuk menopang semangat juang ku hingga kini. Tak ada yang lebih berarti dari ridhamu atas segala aktivitas yang aku lakukan. Karena tanpa ridhamu, mustahil kuperoleh ridhaNya. Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya, begitupun pertemuan dengan mu. Hingga tutup usia aku yakin takkan pernah bisa membalas jasamu. Bayaran jasamu hanya surga. Doakan aku menjadi anak shaleh, istiqamah menabung amal guna membawa Ibu-Bapak ke surga Nya kelak :')

Tentang tulang rusuk yang tak akan pernah tertukar

Bicara tentang hal ini aku yakin tak akan ada habisnya. 95% doa yang masuk sebelumnya semua ada unsur terkait ini, jodoh. Tak heran sebenarnya, sejak menginjak tahun kedua anak-anak memang sudah ramai membicarakan topik ini. Ketika aku tanyakan pada beberapa, mengapa mereka getol bicara tentang ini, alasan nya beragam.

"Supaya gk timbul fitnah dan, jadi pemimpin kan pasti banyak interaksi,termasuk sama cewek juga,hehe"

" Supaya ada yang nenangin pas lagi ada masalah atau nerima amanah gede dan, Rasul juga dulu waktu ketakutan nerima wahyu ada Khadijah yg nenangin, nyelimutin "

" Klo anak-anak ada masalah kan pasti jadi pikiran kamu, nah kamu ntar sharing ke siapa coba? apalagi klo yg punya masalahnya kamu, ibarat teko, kamu gk diisi sama masalah aja, tapi harus ada penyaluran nya juga"

" Biar gak nambah yang ngarepin kamu dan, dan biar sekarang yang pada ngarep jadi berhenti lagi berharap, haha "

" Biar gk galau lagi dan! hehe"

" Penasaran aja sih dan, wanita seperti apa yang bakal kamu pilih dari sekian banyak wanita yang ada di dunia "

" Ya seneng aja godain kamu sama hal kayak ginian, haha "

" Biar kayak Habibie dan, di setiap aktivitas kamu ada yg nemenin! "

" Dibalik pria hebat ada wanita hebat yg nemenin nya kan ya dan? Supaya kamu tambah besar, kan ntar manfaat nya kita juga yg ngerasain, he "

" Penasaran aja gwa, dari sekian banyak sinyal kenapa gk ada yang lo respon, mau yang kayak gimana sih dan? he "

" Ya pokoknya mah pengen ibu angkatan aja! "

" Penasaran aja, bertahun-tahun kok sendirian terus, he "

" Berlomba-lomba dalam kebaikan, menyempurnakan setengah agama. "

Begitulah kurang lebih nya, padahal beberapa alasan gak masuk akal aku pikir. Sejak tahun kedua saja isu-isu kayak gini sudah banyak dibicarakan, apalagi sekarang, melewati sarjana kedokteran, dan usia 23 tahun. Jadi wajar. Aku aminkan semuanya sebagai doa :)

Sempat ditanya, pernah jatuh cinta? Bagiku, aku tak ingin jatuh cinta. Mengapa? karena aku ingin membangun cinta, membangun bangunan yang tinggi untuk kelak mencapai surga Nya. Dengan siapa? Wallahu'alam. Kelak semoga Allah mempertemukan ku dengan ia yang selalu menghadirkan ku dalam doa nya, kelak semoga Allah mempertemukan dengan ia yang sungguh-sungguh, totalitas menjaga hatinya untuk ku :). Bukan dengan yang sempurna, bagiku cukup dengan orang yang 'tepat'. Ia yang taat pada Allah dan taat pada suaminya, ia yang selalu bersyukur dan merasa beruntung bersanding dengan berbagai kekurangan yang juga melekat dalam diri ini, untuk kemudian menjadi partner yang membangun, saling melengkapi.

Ah, galau kan jadinya. Bahasan ini lebih baik di-skip, kita sudahi. :). Kita yakini saja bahwa memang tulang rusuk itu tak akan pernah tertukar. Semua akan indah pada waktunya, jika tidak indah, bukan akhir berarti. Jodoh itu tidak bodoh, jadi tidak usah heboh untuk urusan ini bagiku :). Doakan saja agar segera menemukan yang tepat, dan diberi kemudahan serta kemampuan dalam menyempurnakan nya.

Kontribusi dan takdir sejarah

Besar harapku untuk menjadi pribadi yang menghidupkan kemanfaatan diri lebih panjang dari usia biologis yang ada kelak. Namun, merefleksikan diri di usia emas pemuda ini, nampak belum banyak yang bisa kulakukan dibanding cerita-cerita para pemuda lain yang kontribusi nya jauh lebih banyak meledakkan kemanfaatan. Ini menjadi pemantik bagiku untuk terus berlomba dalam kebaikan, menjemput takdir sejarah yang telah Allah tuliskan.

Aktivitas kerelawanan, politik, dan keprofesian, semoga ini tetap istiqamah kulakukan dalam membawa kemanfaatan untuk umat. Wilayahku hanya sampai totalitas dalam berjuang, selebihnya biar Allah yang menjadi sebaik-baiknya pemberi ganjaran dan keputusan.

5 April 2012, semoga tak hanya bertambah bilangan angka, tapi juga nilai makna. Mohon maaf jika selama ini ada yang masih suka terdzalimi, belum tertunaikan hak nya, belum memenuhi janji, dan menjadi pemimpin yang masih banyak kekurangan dalam menjaga dan melayani. Perbaikan setelah ini menjadi keharusan, mohon doa :)

~ sebuah tulisan yang ingin dirampungkan 10 hari yang lalu, namun baru terealisasi sekarang karena baru menemukan waktu yang tepat, pada saat ini :)