Menelaah Visi Misi Calon Pemimpin Indonesia dari Platform Kesehatan

Indonesia kini sedang menentukan masa depannya. Kitalah yang menentukan nasib bangsa ini kedepan, melalui pemilihan calon pemimpin bangsa dalam waktu yang tidak lama lagi. Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK adalah dua pasang calon pemimpin bangsa yang kini ada dihadapan mata. Gagasan mereka untuk memimpin bangsa ini tertuang dalam visi misi yang bisa dilihat di web KPU (visi misi Jokowi-Jk :http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf , visi misi Prabowo-Hatta :http://www.kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_prabowo-Hatta.pdf ). Idealnya, memahami arah masa depan yang akan dibawa kedua pasang pemimpin bangsa melalui visi misinya ini mutlak menjadi keharusan kita sebagai rakyat Indonesia, karena di tangan kita sebagai pemilih lah masa depan bangsa ini ditentukan. Memilih presiden dan wakilnya sudah seharusnya tak menjadi acara seremonial dan rutinitas formal tiap lima tahunan, kesungguhan dalam menentukan masa depan bangsa melalui pemilihan presiden dan wakilnya adalah tanggung jawab setiap kita, masyarakat Indonesia.

Dari sekian banyak gagasan dan program yang ditawarkan kedua pasang calon, sebagai seorang dengan tanggung jawab keilmuan dan aktivitas di bidang kesehatan, saya akan coba menelaah semampunya kedua visi misi calon pemimpin bangsa ini dalam kaitannya di bidang kesehatan. Untuk selebihnya diluar itu, nampaknya saya belum punya kapasitas. Semoga bahasan ini dapat sedikit mencerahkan setiap kita dalam mempelajari kedua visi misi calon pemimpin kita. Ketika saya membaca dokumen kedua pasang calon, hal pertama yang saya perhatikan adalah perbedaan format penulisan visi misi. Visi misi Prabowo-Hatta berjumlah 9 halaman yang terdiri dari latar belakang, visi dan misi, serta agenda dan program nyata dalam menyelamatkan Indonesia. Visi misi ini tersusun dalam bentuk poin-poin. Sementara Jokowi-JK berjumlah 41 halaman, terdiri dari pendahuluan, tiga problem bangsa, meneguhkan kembali jalan ideologis, terwujudnya indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong, 9 agenda prioritas, berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, serta berkepibadian dalam bidang kebudayaan. Visi misi ini tersusun dalam bentuk narasi. Entahlah, seberapa banyak orang yang mampu membaca dengan baik hingga selesai dokumen Jokowi-JK sebanyak ini. Terlepas dari bentuk dan banyaknya kedua dokumen visi misi itu, saya akan coba bantu menyederhanakan intisari keduanya berkaitan dalam bidang kesehatan.

Membandingkan kedua visi misi dari yang tertulis di dokumen tersebut, Prabowo secara eksplisit menuliskan "sehat" sebagai salah satu kualitas sumber daya manusia Indonesia di dalam pernyataan misinya, " Mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial dengan sumber daya manusia yang berakhlak, berbudaya luhur, berkualitas tinggi : sehat, cerdas, kreatif dan terampil" , poin misi ke 3 Prabowo-Hatta. Sementara kata "sehat" tidak tertulis sama sekali di rumusan visi misi Jokowi-JK. Untuk mewujudkan visi misi tersebut, kedua capres pun mengajukan beberapa agenda. Jokowi mengajukan sembilan agenda prioritas, sedangkan Prabowo mengajukan delapan. Dari agenda prioritas ini pun, Prabowo menuliskan tentang kesehatan, yakni " Meningkatkan pembangunan sosial melalui program kesehatan, agama, budaya, dan olahraga " , di poin ke 5 agenda prioritasnya. Sementara, jokowi tidak menuliskan secara eksplisit tentang kesehatan di semua agenda prioritasnya. Namun ada baiknya kita melihat sejauh apa kesehatan menjadi perhatian kedua capres di luar butir-butir visi misi serta agenda prioritas yang telah dibahas tadi melalui keseluruhan isi dokumen visi misi kedua calon.

Mengingat berbedanya struktur dokumen visi misi kedua calon, maka isu kesehatan di dokumen visi misi Jokowi-JK lebih tersebar: ada di bagian pembukaan, ada di program prioritas dan ada di penjabaran ideologi. Sebaliknya, di dokumen visi misi Prabowo-Hatta kesehatan hanya ditemukan sebagai penjabaran agenda kelima dan satu butir sebagai penjabaran agenda kedua. Untuk memudahkannya saya coba rangkum menjadi beberapa intisari penting terkait pandangan mereka di bidang kesehatan, terutama dalam sisi praktis rencana kedepan bukan secara teoretis.

Poin-poin terkait kesehatan dalam dokumen visi misi Jokowi-JK:
- Mengintensifkan kerjasama internasional dalam mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia seperti penyakit menular, perubahan iklim. (Hal. 13)
- Peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi Kartu Indonesia Sehat (Hal. 9)
- Menyediakan sistem perlindungan sosial bidang kesehatan yang inklusif dan menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan. Mengalokasikan anggaran negara sekurang-kurangnya 5% dari anggaran negara untuk penurunan AKI, angka kematian bayi dan balita, pengendalian HIV/AIDS , penyakit menular dan penyakit kronis. (Hal. 22)
- Menjamin pemenuhan hak atas kesehatan, pendidikan melalui regulasi yang berpihak pada kepentingan publik (Hal. 27)
- Penambahan iuran BPJS kesehatan yang berasal dari APBN dan APBD perlu dilakukan (Hal. 33)
- Mendukung pengalihan konsorium asuransi TKI menjadi bagian BPJS kesehatan (Hal. 33)
- Implementasi sistem jaminan sosial nasional secara merata di seluruh Indonesia (Hal. 37)
- Implementasi pelayanan publik yang prima melalui pembangunan 50.000 rumah sehat, dan mengembangkan 6000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap, ketersediaan air bersih (Hal. 37)
- Memperjuangkan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan dan tenaga, khususnya bagi penduduk dan masyarakat terpencil sesuai kebutuhan mereka (Hal. 23)
- Menyiapkan sarana dan anggaran yang memadai bagi rehabilitasi pengguna narkoba dan psikotropika (Hal. 26)
- Melindungi segenap generasi muda dari bahaya penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyebaran penyakit menular seksual (Hal. 41)
- Mendukung pengesahan UU tentang Kesehatan, UU Keperawatan, UU Kebidanan (Hal. 33)
- Peningkatan realisasi penggunaan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pengelolaan pendidikan, kesehatan, perumahan (Hal. 34)
- Membangun perimbangan pembangunan kawasan melalui meningkatkan pembangunan berbagai fasilitas produksi, pendidikan, kesehatan, pasar tradisional, dll di pedesaan, daerah terpencil dan tertinggal (Hal. 37)

Poin-poin terkait kesehatan dalam dokumen visi misi Prabowo-Hatta :
- Menjamin pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin melalui percepatan pelaksanaan BPJS Kesehatan.
- Mengembangkan rumah sakit modern di setiap kabupaten dan kota .
- Memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar.
- Meningkatkan peran PKK, Posyandu dan Puskesmas, dan mengembangkan program Keluarga Berencana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
- Menggerakkan revolusi putih mandiri dengan menyediakan susu untuk anak-anak miskin di sekolah melalui peternakan sapi dan kambing perah.
- Mewajibkan sarjana dan dokter yang baru lulus untuk mengabdi di daerah miskin dan tertinggal
- Mengalokasikan dana APBN minimal satu milyar rupiah per desa / kelurahan per tahun langsung ke desa / kelurahan untuk program pembangunan pedesaan melalui 8 program desa yang diantaranya listrik dan air bersih desa, klinik dan rumah sehat desa

Cukup terengah memang memotret bidang kesehatan ditengah banyaknya bahasan dalam 41 halaman dokumen visi misi Jokowi-JK dibanding dokumen visi misi Prabowo-Hatta yang hanya berjumlah 9 halaman dan berbentuk poin poin ini. Memotret bidang kesehatan dari kedua visi misi tersebut, mungkin dapat dapat ditarik kesimpulan bahwa topik tentang pembiayaan kesehatan, pembangunan dan pemerataan fasilitas dan tenaga kesehatan nampaknya masih menjadi fokus kedua calon; perbedaan mungkin ada dalam detail masing-masing topik tersebut.

Terkait topik tentang pembiayaan, Jokowi nampaknya masih berkutat dengan masalah 'kartu', setelah kartu sehat di Solo, kartu Jakarta sehat, kini ia menduplikasi untuk Indonesia, kartu Indonesia sehat. Entahlah, agak kurang paham mengapa sistem kartu-kartuan seperti ini masih digulirkan di era JKN-BPJS seperti saat ini, toh dengan adanya BPJS kartu apalah itu namanya tidak diperlukan lagi. Apa bedanya nanti kartu Indonesia sehat dengan BPJS? Sementara di satu sisi, Jokowi juga menuliskan beberapa program terkait JKN, seperti peningkatan subsidi APBN untuk premi dan penggabungan konsorsium asuransi TKI ke dalam BPJS Kesehatan. Terkait peningkatan subsidi APBN untuk BPJS, saya belum tahu bagaimana alokasi dan untuk siapa subsidinya. Jokowi-JK juga kembali akan menggulirkan jaminan persalinan (jampersal) yang bahkan saat ini sudah dihilangkan, entahlah apa alasan Jokowi-JK, namun bagi saya kebijakan jampersal nampak bertolak belakang dengan program Keluarga Bencana dan dapat meningkatkan resiko persalinan, karena setiap wanita seolah "dipersilakan" tanpa ketakutan biaya untuk memiliki anak berapapun dan dalam usia kapanpun. Ada satu hal menggembirakan dari program Jokowi-JK terkait pembiayaan kesehatan, yakni janji untuk mengalokasikan anggaran kesehatan 5% dari APBN. Setidaknya ini akan memenuhi amanah Undang Undang Kesehatan, walaupun masih jauh jika untuk mengikuti rekomendasi WHO 15% dari APBN.

Terkait topik pembiayaan kesehatan, Prabowo-Hatta menuliskan salah satu sumber pembiayaan kesehatan yang diprogramkan adalah dana APBN sebesar minimum satu milyar rupiah yang akan disalurkan ke tiap desa setiap tahun untuk membiayai klinik dan “rumah sehat” desa. Entahlah sejumlah berapa persen anggaran ini dari APBN. Hal lain terkait pembiayaan kesehatan yang dituliskan yakni akan melakukan “percepatan pelaksanaan BPJS Kesehatan” untuk “menjamin pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin”. Saya kurang paham apa yang dimaksud percepatan pelaksanaan BPJS disaat BPJS sudah mulai bergulir di awal tahun 2014 lalu.

Mengenai topik pembangunan fasilitas kesehatan, Jokowi-JK menuliskan tentang pembangunan 50.000 rumah sehat, serta mengembangkan 6.000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap, dengan memberi penekanan untuk daerah terpencil dan tertinggal. Prabowo-Hatta juga memprogramkan “rumah sehat” dan klinik di setiap desa, peningkatan peran posyandu dan puskesmas, dan membangun “rumah sakit modern” di setiap kabupaten/kota. Saya belum tahu pasti apa yang dimaksud rumah sakit modern, dan bagaimana proses pembangunannya melihat mayoritas RSUD di negeri ini masih berupa RS tipe C yang dibeberapa derah bahkan menuju kebangkrutan. Untuk pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan, Prabowo-Hatta akan memberlakukan kembali program serupa wajib kerja sarjana dan PTT untuk menempatkan sarjana dan dokter baru di daerah miskin dan tertinggal. Dilain pihak Jokowi-JK tidak menjabarkan kebijakan khusus yang akan dibuat terkait pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan di daerah terpencil. Mengenai kebijakan wajib kerja dokter dan sarjana baru, perlu diperhatikan juga terkait pemenuhan hak mereka terutama dalam hal kesejahteraan, jangan hanya menuntut kewajiban dan dibayar seadanya yang tak sesuai dengan beban kerja.

Beberapa topik kesehatan spesifik juga diangkat oleh Jokowi-JK, beberapa yang tertulis dalam dokumennya ialah kesehatan ibu dan anak, HIV/AIDS dan penyakit menular seksual, penyakit menular dan penyakit kronis, serta penyalahgunaan obat terlarang. Program spesifik yang dijabarkan dalam dokumen visi misi Jokowi-JK terkait topik kesehatan diatas hanya tentang sarana rehabilitasi bagi pengguna narkoba dan psikotrpoika, selebihnya tidak ada penjelasan mengenai topik yang lain. Sementara Prabowo-Hatta tidak menuliskan topik kesehatan spesifik dalam dokumen visi misinya. Ada hal lain yang juga dituliskan Jokowi-JK dan tidak oleh Prabowo-Hatta di dalam dokumen visi misi mereka, yakni tentang regulasi terkait program kesehatan. Dalam hal ini, Jokowi menuliskan tentang penyusunan/pengesahan/revisi berbagai regulasi, termasuk regulasi untuk pemenuhan tenaga kesehatan, UU Kesehatan, UU Keperawatan dan UU Kebidanan. Namun di sisi lain, Prabowo-Hatta menuliskan tentang program Keluarga Berencana dan peningkatan gizi anak sekolah dengan penyediaan susu yang tidak dituliskan Jokowi-JK dalam dokumen visi misinya.

Memperhatikan kedua visi misi calon pemimpin bangsa ini, nampak keduanya masih sangat terbatas kepada pelayanan kesehatan, sedikit sekali dari keduanya yang membicarakan tentang upaya apa yang akan mereka kerjakan di bidang pencegahan penyakit. Semestinya, program kesehatan diprioritaskan untuk mencegah rakyat agar tidak jatuh sakit. Sakit-sehatnya rakyat lebih ditentukan oleh faktor perilaku sehat dan lingkungan sehat. Program kesehatan harus lebih ditujukan pada perubahan perilaku dan penataan lingkungan. Prioritas program kesehatan jangan sampai terjebak pada program jangka pendek di sektor hilir yaitu program menyehatkan/mengobati orang sakit. Kalaulah prioritas program kesehatan lebih pada upaya untuk mengobati orang sakit maka hal tersebut terlalu riskan. Program kesehatan yang lebih terfokus pada upaya mengobati masyarakat sakit akan terlalu dekat dengan risiko kematian. Kondisi ini dapat meningkatkan angka kematian pada semua kelompok umur—terlebih pada usia rentan, bayi, dan anak—atau pada sisi lain akan menurunkan rata-rata angka Usia Harapan Hidup (UHH) sehingga menurunkan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia.

Seharusnya negara menjamin tercapainya keadaan sehat yang positif yaitu sehat yang optimal dari sisi fisik, mental, dan sosial. Sehat yang positif merupakan modal dasar kehidupan rakyat. Negara harus semakin serius memandang bahwa peningkatan derajat kesehatan tidaklah hanya melalui upaya pengobatan fisik semata. Masih banyak yang harus diperbaiki dalam upaya tersebut. Pilihan perbaikan tersebut dapat dilakukan di tingkat kebijakan kesehatan, dikerjakan di tingkat sistem kesehatan, atau dijalankan di tingkat subsistem kesehatan termasuk dalam tingkat manajemen kesehatan. Artinya, secara ideal harus terus dikembangkan berbagai aspek pembangunan kesehatan baik dari aspek kebijakan, sistem, bahkan hingga subsistem pelaksanaan yang dapat mendorong rakyat agar tidak jatuh sakit. Pemerintah bersama- sama pengambil kepentingan mulai harus memikirkan pengembangan sistem, teknologi, maupun metode yang sesuai pada masa ini agar terjadi akselerasi dalam proses penyehatan fisik, mental, dan sosial masyarakat secara terintegrasi.

Setelah menelaah kedua dokumen visi misi capres tadi, saya pribadi merasa masih belum puas dengan gagasan yang mereka tawarkan di bidang kesehatan. Pasalnya keduanya seolah fokus pada kebijakan 'populis' untuk meningkatkan elektabilitas mereka di hadapan pemilih. Sementara, berbagai kebijakan di bidang pelayanan kesehatan tadi tidak begitu memberikan dampak yang besar untuk meningkatkan derajat kesehatan negeri ini. Walaupun demikian, saya mengapresiasi beberapa program yang ditawarkan kedua calon seperti; pengalokasian anggaran sebanyak 5% dari APBN untuk kesehatan, pembangunan 50.000 rumah sehat, dan pengadaan air bersih untuk peningkatan kualitas determinan lingkungan, serta pembuatan berbagai regulasi hukum di bidang kesehatan yang digagas Jokowi-JK, juga program meningkatkan peran PKK, Posyandu dan Puskesmas yang bisa meningkatkan bidang promotif preventif, peningkatan gizi anak-anak miskin melalui pemberian susu, serta pembangunan rumah sehat dan penyediaan air bersih yang digagas Prabowo-Hatta. Semoga saja ternyata masih banyak strategi dan program spesifik lain terkait kesehatan yang tidak tertulis di kedua dokumen visi misi tersebut. Walau saya pun tak tahu seberapa menjadi prioritasnya bidang kesehatan di program kedua calon, setidaknya saya berharap semoga semua janji yang dituliskan kelak tertunaikan.

Tulisan ini dibuat bukan untuk menyimpulkan program siapa yang lebih unggul, melainkan untuk memberikan gambaran terkait program kesehatan yang mereka tawarkan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pemimpin kita kedepan. Apa yang saya kemukakan diatas hanyalah pendapat dengan segala keterbatasan yang saya punya, berbeda pendapat tentu dibenarkan. Silakan beri masukan jika ada kekurangan, dan koreksi jika terdapat kesalahan. Semoga tulisan ini jadi salah satu langkah untuk membangun bangsa ini kedepan.